Hello Katabah!
Perdebatan tentang
apakah makna “ummi” yang disematkan kepada Nabi Muhammad itu benar-benar
berarti tidak bisa baca-tulis? Ini mungkin tak ada hentinya.
Namun saya yakin bahwa
semakin cerdas orang, maka ia akan memaknai “ummi” itu sebagai sebuah
keunggulan. Hah, bukankah “tidak bisa baca-tulis” itu lambang kebodohan,
bagaimana bisa dikatakan keunggulan? Nanti dibahasnya, sekarang lihat dulu teks
Qurannya dalam penggalan Q.S. al-A’raaf 7: 158:
(فَئَامِنُوْا بِاللهِ
وَرَسُوْلِهِ النَّبِىِّ الْأُمِّىِّ الَّذِى يُؤْمِنُ بِاللهِ وَكَلِمَتِهِ وَاتَّبِعُوْهُ
لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُوْنَ
Artinya:
“….Maka berimanlah kamu
kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada
kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah Dia, supaya kamu mendapat
petunjuk".
Kalau hanya ingin
berdalil bahwa Nabi Muhammad itu ummi, maka cukup ini saja penggalannya:
فَئَامِنُوْا بِاللهِ وَرَسُوْلِهِ النَّبِىِّ الْأُمِّىِّ
Artinya:
“….Maka berimanlah kamu
kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummi….”
Lalu, di mana
keunggulannya kalau nabi tidak bisa “baca tulis”? Bukankah Quran sendiri harus
dibaca? Bukankah untuk bisa dibaca itu harus ada tulisannya?
Alasan yang biasa
berkembang adalah Nabi sengaja bersifat ummi untuk menghindari kecurigaan bahwa
Quran itu buatan Muhammad. Kalau beliau tidak bisa baca-tulis, mana mungkin
Quran itu buatan beliau. OK?
Kalau begitu, bagaimana
Nabi Muhammad bisa menjadi pemimpin hebat?
Saya beranaloginya
begini, untuk menjadi hebat itu tidak hanya tergantung pada baca-tulis. Memang
kemampuan baca-tulis itu lambang kemampuan seseorang, tapi bukan satu-satunya
lambang!
Kalau kita sudah mampu
menangkap yang dibicarakan hanya dengan satu kali dengar, maka tanpa membaca
pun kita bisa hebat.
Kalau kita sudah mampu
berkomunikasi dengan Tuhan melalui doa, maka tanpa membaca referensi pun bisa
jadi jauh lebih hebat. Bukankah referensi itu sumbernya dari manusia, sedangkan
doa (dan jawabannya) merupakan “referensi” dari Tuhan?
Itulah salah satu
pemikiran saya seandainya Nabi Muhammad benar-benar tidak bisa baca-tulis.
Sekali lagi, tidak bisa baca-tulis bukan lambang kebodohan, kalau kita memiliki
jalan alternatif lain untuk menjadi cerdas. Bukankah banyak orang-orang yang
berkebutuhan khusus saat ini bisa lebih hebat dari orang normal? Apalagi Nabi
yang dibimbing melalui wahyu. Ya..ya..ya….! :D
Belajar Bahasa Arab
Pada posting ini, saya
belajar fi’il amar dari penggalan teks Arab ini:
فَئَامِنُوْا
Agar lebih mudah, lagi
saya copot huruf “fa”-nya, sehingga menjadi:
ئَامِنُوْا
Kata “aminu” (ئَامِنُوْا)
merupakan fi’il amar (kata kerja perintah) dalam bentuk jamak karena ditujukan
untuk kata ganti (dlammir) “antum” (انتم).
Adapun bentuk tunggalnya
adalah “amin” (ئَامِنْ) dari kata dasar:
ئَامَنَ – يُؤْمِنُ
Kata “aminu” (ئَامِنُوْا)
bisa juga ditulis dengan harokat fathah berdiri pada huruf alif awalnya,
seperti ini: امِنُوْا
Akan tetapi, karena saya
belum bisa mengetik fathah berdiri, maka digunakanlah huruf hamzah (alif) ganda
(ئَا).
Artikel Terkait:
"Boleh Konsultasi Masuk Jurusan Sistem Informasi via IG atau Tiktok."
|
Tips Skripsi Program Studi Sistem Informasi |
|
No comments:
Post a Comment