Di Bawah Derita Ada Derita Lagi
Ketika
sedang berusaha keras menyetabilkan diri setelah diguncang kesulitan hidup,
suatu hari saya bertemu dengan seorang ibu di satu bis. Awalnya, Si Ibu yang
duduk di kursi sebelah bertanya: De, benar ini bis ke Bandung? Berapa ya
ongkosnya?
Setelah saya
jawab, tanpa ditanya Ibu tersebut menceritakan bahwa beliau pulang dari sebuah
pesantren tempat rehabilitasi mental orang yang kena narkoba. Rupanya Ibu
tersebut sudah menjenguk anaknya yang terkena musibah.
Mungkin karena
ingin mengurangi kesedihan yang tampak dari matanya yang berlinang air mata,
beliau bercerita sedikit tentang anaknya sepanjang perjalanan. Si Ibu tidak menduga sama sekali
anaknya akan menjadi korban orang tidak bertanggung jawab. Padahal ekonomi keluarga
sangat kekurangan untuk memberikan pengobatan untuk anaknya yang mencapai 1,5
juta per bulan.
Anaknya
diberi ilmu kesaktian oleh seseorang yang tidak dikenal Ibunya, tapi hasilnya
malah mengganggu kestabilan mental dan emosinya. Anak ini sangat shaleh, tidak
suka jajan berlebihan, tidak suka hura-hura, dan tidak suka jalan-jalan seperti
sering dilakukan para remaja secara umum. Anak ini lebih suka sering ibadah di
mesjid dan ikut membantu guru ngajinya mengajar. Di rumahnya juga sangat sayang
sama ibunya, seringkali dia memijat kaki Ibunya sepulang berjualan. Dalam usia
anak SMK, ia tampak sangat shaleh dan membanggakan Ibunya.
Akan tetapi,
takdir berkata lain. Harapan seorang Ibu agar anaknya sukses rupanya harus
ditunda sementara waktu. Yang ada sekarang malah membuat keluarga menanggung
musibah yang tidak ringan. Anaknya bisa dikatakan sedang mengalami “setengah
gila”.
Inilah
hidup, kita harus menjalaninya dalam situasi apapun. Baik ataupun buruk menurut
kita, semuanya harus dijalaninya secara ikhlas. Dengan kisah anak shaleh
tersebut yang terjerumus ilmu sesat cukup membuat saya merasa tidak ada
apa-apanya atas masalah yang saya miliki. Toh, saya masih mampu berpikir, juga
masih mampu mencari kerja.
Kisah di
atas menjadi pelajaran besar bagi saya. Mungkin itu sebuah jawaban dari Allah
atas doa-doa yang selama ini saya panjatkan, namun tak kunjung ada jawaban.
Ternyata, ketika kita merasa menderita dengan suatu masalah, maka jangan lupa
bahwa orang lain juga boleh jadi memiliki derita yang sama dengan kita. Mungkin
juga, orang lain lebih menderita daripada kita.
Pendapat
saya ini semakin menguatkan agar menganggap bahwa musibah itu harus disyukuri,
karena ia berasal dari Allah, maka sudah tentu terbaik bagi kita, walaupun kita
menilainya buruk.
Setelah
punya pemikiran di atas, tiba-tiba sampai di rumah, ternyata kakak sedang
mendengarkan ceramah Aa Gym. Da’i kondang ini sedang membahas tentang makna
Alhamdulillah. Aa mengajarkan bahwa “apapun kejadiannya harus kita syukuri,
baik sedang dihadang masalah besar maupun sedang diberi kesenangan. Kenapa?
Karena tidak punya masalah juga belum tentu akan merasa nyaman, karena rasa
nyaman akan hadir apabila Allah menganugerahkannya kepada kita.”
Seorang
santri penyandang cacat yang bicaranya tidak lancar dan tidak pula jelas
diwawancara dan ditanya: “Apakah ade merasa minder dengan kekurangan yang
dimiliki?” Santri tersebut menjawab: “Tidak, karena ini ciptaan Allah”.
Sungguh
bahagia mendapatkan pelajaran besar hari ini. Alhamdulillah…..!
"Boleh Konsultasi Masuk Jurusan Sistem Informasi via IG atau Tiktok."
|
Tips Skripsi Program Studi Sistem Informasi |
|
No comments:
Post a Comment