Prodi Sistem Informasi | Belajar HTML dan PHP | Skripsi SI
Pesantren Katabah
1000 Penghafal Quran
Pengobatan Ruqyah Mandiri
Sistem Informasi (S1)
Manajemen Informatika
Blog | Kontak | Siap Kerja | Sertifikat | PrivacyPolicy | Inggris Arab | Daftar Isi

Wednesday, December 4, 2013

Budaya Menulis Menjadi Saksi Kemajuan Peradaban

Membaca dan menulis itu ibarat adik dan kakak. Susah sekali dipisahkan, dan selalu saling mempengaruhi di antara keduanya.  Baca-baca-baca itulah kunci untuk menjadi penulis. Tulis-tulis-tulis, lalu baca lagi, lalu tulis lagi, lalu baca lagi, lalu tulis lagi, dan seterusnya.


Terus menulis tanpa membaca, hasilnya tidak akan bagus. Menulis itu berperan sebagai output, dan membaca sebagai input. Kita ingat juga ketika pengeluaran lebih besar dari pendapatan akan berakibat buruk bagi seorang manusia.

Di sekolah, anak-anak biasa mengenal empat keterampilan, yaitu mendengar, berbicara, membaca, dan menulis. Walaupun jarang dari keempat keterampilan (skill) tersebut diurutkan, dapat ditetapkan bahwa menulis memiliki tingkat kesulitan paling tinggi.

Apabila keempat keterampilan di atas dipasang-pasangkan maka mendengar-berbicara dan membaca-menulis. Artinya, dengan mendengar yang baik, maka seseorang akan dapat berbicara yang baik; dan dengan membaca yang baik, maka seseorang akan dapat menulis yang baik.

Sejauh mana budaya menulis mengantarkan suatu bangsa menuju peradaban yang sangat maju? Saya mulai mengingatnya sejak pembukuan al-Quran. Dari berbagai media yang masih terpisah-pisah, disusun menjadi Mushaf Utsmani.

Apanya yang hebat dari penulisan al-Quran di atas? Sampai saat ini, umat Islam menggunakan mushaf Utsmani tersebut. Dan al-Quran yang sudah dibukukan tersebut terus diyakini sebagai sumber utama Islam yang mana apabila manusia mau mengkajinya secara mendalam, maka hasilnya akan luar biasa. Hal ini sudah dibuktikan bahkan oleh sebagian non-Muslim yang mengkajinya.

Kedua, masa keemasan di jaman Abbasiyyah. Pada jaman itu proses penerjemahan dari bahasa Yunani ke dalam bahasa Arab menjadi perhatian serius kekhalifahan (pemerintah). Maka tumbuhlah Islam sebagai pusat peradaban dunia hingga pecahnya perang Salib.

Ketiga, saling bergantinya peradaban hebat antara China dan Eropa di jaman dulu. Kemajuan kedua negara tersebut ternyata dipengaruhi oleh penemuan mesin cetak. Ketika mesin cetak yang lebih modern ditemukan di Eropa, maka peradaban hebat terjadi di Eropa, dan sebaliknya.

Yang terakhir, Amerika saat ini. Meskipun China sudah mulai sering menerobos dinding kekuatan Amerika Serikat, terutama di bidang ekonomi, namun Amerika masih diakui sebagai negara adidaya dengan kekuatan sekutunya yang tidak bisa dianggap enteng oleh negara lain.

Amerika dikenal sangat rajin mengumpulkan informasi dan ilmu pengetahuan dari berbagai negara, sehingga sumber lengkap tentang Islam pun sering dikatakan dapat ditemukan di Amerika.

Bahkan saat ini, muncul isu penyadapan beberapa negara oleh Amerika, Australia, dan negara lainnya. Di balik pandangan negatif, terdapat bukti bahwa Amerika memiliki tekad kuat untuk mengumpulkan informasi.

Mengumpulkan informasi itu tidak cukup dengan membaca, tapi sudah pasti menuliskannya walaupun tidak semua yang diibaca dan didengar dapat dituliskan. Ini juga yang merupakan salah satu bukti bahwa budaya menulis itu akan membuat suatu negara menjadi raja dunia.


Jadi, apabila ingin mengetahui seberapa besar negeri ini di kancah internasional? Jawabannya adalah seberapa besar bangsa ini mampu menorehkan ide-idenya dalam bentuk tulisan?
"Boleh Konsultasi Masuk Jurusan Sistem Informasi via IG atau Tiktok."
Tips Skripsi Program Studi Sistem Informasi

3 comments:

  1. saya masih ingat waktu lagi sakit menulis, ternyata bisa jadi obat kang, depresi bisa sembuh, asalkan isinya mendukung. ketika menulis seseorang bisa merasakan kebahagiaan dalam hatinya. dengan menulis hidayah Allah bisa turun sebagai cahaya yang menerangi hati. apalagi tulisan-tulisan yang ditujukan untuk mencari hakikat diri. Di sana Allah hadir membimbing kita, mengarahkan ahti untuk melihat cahaya_nya yang terang benderang.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalau begitu, Kang Dens mirip saya dong. Kang Dens, meskipun sakit, kalau nulis bisa terasa sembuth.

      Bedanya sedikit dengan saya, kalau sakit, lalu bicara, rasanya sembuh. he..he..

      Serius kang, memang begitu sih, saya sukanya bicara, tapi sekarang dicoba mengurangi bicara agar artikel tidak tersendat. hiks..hikss

      Delete
  2. he he, oke kang, lanjut perjuangnnya

    ReplyDelete