Entah kenapa masalah ini sejak dulu
belum terpecahkan oleh saya. Banyak orang berteriak untuk melestarikan budaya lokal
agar nilai-nilai kearifan lokal tidak hilang.
Yang sangat kentara adalah adanya
gerakan memelihara rumah-rumah adat dan kesenian daerah. Untuk kesenian daerah,
saya cukup paham. Akan tetapi, untuk rumah-rumah adat dan kehidupannya, ini
yang saya belum paham. Kenapa mesti dipelihara?
Kalau hanya rumah-rumah adatnya saja
yang dipelihara, silahkan saja. Akan tetapi, kalau orang-orang primitif yang
biasa tinggal di sekitar rumah adat itu, kenapa dipelihara (tidak dimodernkan)?
Apakah ini tidak berarti membiarkan mereka tetap berada dalam kebodohan?
Mari kita lihat, cara berpakaian orang-orang
adat. Mereka sangat sederhana. Bahkan di saat orang lain sudah memakai
baju-baju bagus dan rapi, mereka berjalan kaki menggunakan kolor saja.
Di saat orang lain berlomba-lomba
belajar hingga perguruan tinggi. Mereka hanya mampu menggunakan bahasa
daerahnya. Lha, mending kalau bermodalkan bahasa daerah bisa hidup maju
(sejahtera). Yang terjadi, hanya bicara dalam bahasa daerah, kebiasaan sehari-hari
pun berkutat antara rumah dan hutan. Maaf bukan mau menghina, tapi sedang
merenungkan suatu kenyataan. Apakah kenyataan yang primitif ini memang harus
dipelihara?
Memang kita enak, nyaman, dan sejuk
ketika berkunjung ke lingkungan adat. Kita bisa menghirup udara segar di sana. Namun
ternyata secara tidak langsung, mereka hanya dijadikan objek wisata. Apakah boleh
ini terjadi?
Bagaimana pendapat para pemerhati budaya
dan pendidikan ya?
Sumber:
travel.kompas.com/read/2014/02/23/1454095/Kearifan.Lokal.Suku.Baduy
No comments:
Post a Comment