[Rangkuman dan sebuah tanggapan sederhana]
Pengertian dan Tujuan Pendidikan
Pengertian pendidikan
dapat dilihat dari beberapa segi, yaitu:
1.
Pendidikan sebagai proses
transformasi budaya
Pendidikan adalah kegiatan
pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi lain. Maka para pendidik harus berhati-hati
dalam menjalankan suatu proses pembelajaran. Pendidik yang malas, tidak peduli
peserta didik, kurang kasih sayang dan sifat negatif lainnya harus segera
berhenti berperilaku demikian. Kalau tidak, para peserta didik akan mewarisi
sikap negatif tersebut ke generasi selanjutnya.
Sebagai contoh, diyakini
bahwa dosen itu mempunyai hak prerogatif terhadap nilai mahasiswa. Sehingga
sangat kesulitan apabila ada mahasiswa yang meminta pemahaman terhadap nilainya
yang dianggap sangat kecil. Kalau dosen bersangkutan tidak segera menghentikan
sifat egois ini, ketika mahasiswa menjadi dosen, maka ia besar kemungkinan akan
bersikap sama kepada mahasiswanya. Hak prerogatif tercampur baur dengan
egoisme.
2.
Pendidikan sebagai proses
pembentukan pribadi
Pendidikan adalah proses
penyiapan warga negara, pendidikan sebagai penyiapan tenaga kerja. Ternyata
teori ini sangat hebat. Namun sayang prakteknya tidak semulus teori. Kenapa
banyak peserta didik atau mahasiswa yang kesulitan bekerja setelah lulus? Kenapa
banyak peserta didik atau mahasiswa yang minim wawasan dan pengetahuan?
Apakah hal di atas
terjadi sepenuhnya karena kesalahan peserta didik atau mahasiswa? Tidak adakah
hal yang bisa diperbaiki dari pendidiknya?
Adapun tujuan
pendidikan adalah memuat gambaran tentang nilai-nilai yang baik, luhur, pantas,
benar, dan indah untuk kehidupan. Di atas sudah dipaparkan bahwa pengertian
pendidikan itu sangat hebat untuk manusia dalam menghadapi kehidupan ini. Sekarang
tujuan pendidikan, tampaknya tidak kalah luhurnya. Satu frase saja dari tujuan
pendidikan tersebut bisa jadi renungan, yaitu “indah untuk kehidupan”.
Lalu, apakah banyaknya
pengangguran itu tidak mengurangi keindahan hidup? Apakah jeleknya komunikasi
peserta didik dan pendidiknya masih dianggap kehidupan yang indah? Sudah
bertahun-tahun negeri ini menderita penyakit ini, apakah akan dibiarkan akut
hingga penderitanya mati? Inilah tugas kita untuk memperbaikinya.
Landasan dan Asas-Asas
Pendidikan
Landasan pendidikan
mencakup: Landasan filosofis, sosiologis, kultural, psikologis, ilmiah dan
teknologis. Satu saja yang kita renungkan dari landasan tersebut, kultural. Dengan
merebaknya kegiatan mencontek ketika UN, apakah itu tidak berarti pendidikan
kita sudah gagal ditinjau dari kultur Indonesia? Saya menduga kultur Indonesia itu
suka kejujuran. Namun sayang para pejabat yang notabene lulusan pendidikan
tinggi pun ternyata tidak jujur. Atau apakah kultur Indonesia itu memang tidak
jujur?
Kenapa demikian? Mari
kita ingat betapa banyaknya koruptor di negeri ini. Mereka seringkali segera
menyangkal ketika diisukan telah melakukan korupsi. Agak berhenti bicara,
ketika sudah divonis bersalah. Itu juga kalau diwawancara wartawan,
kadang-kadang mereka masih ngoceh ngaku tidak bersalah. Lalu siapa yang tidak
jujur, apakah pejabat bersangkutan atau penegak hukumnya? Kenapa susah mencari
yang jujur dan tidak, padahal kedua pihak tersebut lulusan pendidikan tinggi,
katanya?
Kalau yang maling
(baca: korupsi) tidak jujur dianggap biasa, kenapa di negeri orang lain ada
pejabat yang ketika dituduh melakukan tindakan melanggar hukum itu, ia langsung
mengundurkan diri dari jabatannya? Apakah kultur Indonesia berbeda dengan
negara tersebut dalam hal kejujuran. Kalau kultur Indonesia tidak suka jujur,
lalu bagaimana nasib pendidikan negeri ini?
Asas-asas pokok
pendidikan meliputi: Asas Tut Wuri Handayani, Asas belajar sepanjang hayat, Asas
kemandirian dalam belajar. Dari ketiga asas tersebut, saya tertarik pada “Asas
belajar sepanjang hayat”. Ini juga masih dilematis dalam prakteknya. Orang kaya
dan cerdas mungkin tidak mengalami kendala dalam belajar formal. Namun sayang
orang miskin dan bodoh tetap masih mengalami kesulitan untuk menikmati belajar
sepanjang hayat, apalagi pendidikan formal.
Sebenarnya tidak
hanya pendidikan formal, pendidikan non-formal juga si miskin dan bodoh tetap
kesulitan, padahal mereka juga ada yang mau belajar, mereka ingin mengenal
dunia ini lebih banyak lagi. Tapi nyatanya masih hanya sebuah mimpi, beli buku
tak mampu, menghadiri seminar tak mampu, menghadiri forum-forum ilmu tidak
sempat karena harus mengutamakan urusan dapur. Lalu, di mana asas pendidikan
Indonesia yang menganut “belajar sepanjang hayat” itu? Apakah hanya semboyan?
Ada yang mengatakan
belajar itu tidak selalu harus di sekolah formal, tidak harus di universitas, dan
tidak harus membaca buku banyak, karena merenungi alam sekitar juga itu
termasuk belajar; merenungi tindakan yang sudah dilakukan juga itu belajar;
merenungi peristiwa yang sudah terjadi juga itu belajar. Kalau hanya demikian,
dari mana ide kreatif untuk melakukan ketiga contoh perenungan tersebut kalau
tanpa membaca buku? Bagaimana bisa melakukan perenungan tersebut dengan agak
cepat kalau tidak pernah melihat guru seperti di sekolah/universitas?
Perkiraan dan Antisipasi
terhadap Masa Depan
Perkiraan masyarakat
masa depan dapat terlihat pada karakteristik berikut:
1.
Kecenderungan globalisasi yang
semakin kuat,
Memang benar adanya. Hal
ini terlihat dengan adanya dominasi bahasa Inggris. Begitu juga kehadiran
Internet, tampaknya komunikasi antar bangsa semakin tidak terbatas. Lalu, apa untungnya buat Indonesia yang hanya
menjadi objek atau konsumen?
2.
Perkembangan iptek yang makin
cepat,
Saya perhatikan
betapa banyaknya orang Indonesia yang mengakses Facebook, Twitter, Path, dan
lain-lain. Kesukaan mereka tampak sangat serius karena mereka mengaksesnya
mulai dari rumah, kantor, kampus, jalan, hingga tempat-tempat lain tampaknya
tidak mau lepas barang sebentar pun. Lalu, apakah mereka mampu mendapatkan Ilmu
pengetahuan dari produk Teknologi Informasi tersebut? Apakah mereka sudah
banyak meraup uang dari situs tersebut? Atau minimal apakah mereka sudah
melakukan usaha untuk mendapatkan uang atau ilmu pengetahuan secara serius dari
situs-situs tersebut? Kalau tidak, bersiaplah IPTEK akan melalaikan kamu.
3.
Perkembangan arus informasi yang
semakin padat dan cepat, Kebutuhan/tuntutan peningkatan layanan profesional
dalam berbagai kehidupan manusia.
Ini sangat tampak di
dunia maya juga. Kapanpun dan di manapun tampaknya kita sudah bisa mengakses
informasi melalui Internet dengan up-to-second, bukan lagi up-to-date. Apakah
kita mengakses atau menyediakan informasi yang bermanfaat atau hanya informasi main-main
saja seperti yang berisi keluhan, gossip, dan informasi negatif lainnya?
Upaya pendidikan dalam
mengantisipasi masa depan mencakup Perubahan nilai dan sikap, Pengembangan
kebudayaan, Pengembangan sarana pendidikan. Upaya ini tampaknya masih sangat
kurang dipraktekkan di negeri ini. Perubahan nilai dan sikap? Jangankan peserta
didik, banyak pendidiknya pun tampak statis dalam nilai dan sikap negatif.
Pengembangan kebudayaan
yang mana yang telah digarap serius oleh para pendidik negeri ini? Jangan-jangan
upaya ini dianggap tugas para guru atau dosen kebudayaan saja. Coba, sudah
sejauh mana upaya untuk memperbaiki budaya membaca bangsa ini? Hanya ditugaskan
guru atau dosen, tanpa diberikan bagaimana sih cara membaca yang efektif dan
menyenangkan itu? Yang ada hanya ditekan dengan tugas ini dan itu. Lha, mana
bisa membaik budaya baca siswa dan mahasiswa kita ini kalau caranya demikian?
Pengertian dan Fungsi Lingkungan
Pendidikan
Latar tempat
berlangsungnya pendidikan itu disebut lingkungan pendidikan, khususnya pada
tiga lingkungan utama pendidikan yakni keluarga, sekolah, dan masyarakat. Keluarga,
sekolah, dan masyarakat sebagai lingkungan pendidikan yang dikenal sebagai
tripusat pendidikan.
Ketiga lingkungan tersebut
masih harus terus ditata lebih serius agar menjadi lingkungan pendidikan yang
baik. Di keluarga, anak dibiarkan tidak belajar. Di sekolah, anak hanya
dijejali tugas yang ditundukkan dengan sanksi. Di masyarakat, anak tidak
diperdulikan, apakah mau main game seharian? Apakah mau jajan habis puluhan
ribu sehari? Yang penting saya untung, kata pedagang dan penyedia penyewaan
game. Yang penting bukan anak saya, kata yang bukan orangtuanya. Itu (game dan
jajan yang berlebihan) kan sudah jamannya karena jaman sekarang beda dengan
jaman dulu, kata masyarakat yang ingin dikatakan gaul tapi tidak pernah belajar
ilmu pergaulan.
Secara umum fungsi
lingkungan pendidikan adalah membantu peserta didik dalam berinteraksi dengan
berbagai lingkungan sekitarnya (fisik, sosial, budaya), utamanya berbagai
sumber daya pendidikan yang tersedia, agar dapat dicapai tujuan pendidikan yang
optimal.
Fungsi ini juga
tampak tergerus dengan hadirnya produk Teknologi Informasi. Anak-anak jadi
mendandani fisiknya tanpa kesopanan, jiwa sosialpun semakin terkuras karena
hidupnya terlalu sering di dunia maya yang anti sosial, budaya pun semakin
tidak dikenal karena membludaknya budaya dari luar negeri.
Aliran-Aliran Pendidikan
Aliran pendidikan meliputi:
Aliran klasik dan gerakan baru dalam pendidikan, meliputi: Aliran empirisme,
nativisme, naturalism, konvergensi, gerakan baru. Dua aliran pokok pendidikan
di Indonesia, yakni: Perguruan kebangsaan taman siswa dan Ruang pendidik INS
(Indonesia Nederlandsche School) Kayu Tanam.
Mengenai aliran ini
saya tidak banyak tahu. Namun ketika mengingat Perguruan Kebangsaan Taman Siswa,
saya jadi terinspirasi ingin rasanya mewarisi semangat belajar dan juangnya. Mereka
belajar untuk menembus kegelapan alam pikiran, mereka juga berjuang untuk
mewujudkan kemerdekaan. Semoga saja ini memberikan inspirasi kepada saya untuk
mewujudkan Sekolah Para Penulis Lepas agar negeri ini tidak selalu dikatakan
rendah baca dan tulis, tidak pula selalu berbuah pengangguran dari tahun ke
tahun.
Permasalahan Pendidikan
Jenis permasalahan
pokok pendidikan meliputi: masalah pemerataan pendidikan, masalah mutu
pendidikan, masalah efisiensi pendidikan, masalah relevansi pendidikan.
Ternyata oleh penulis
buku ini juga sudah dirumuskan dalam butir-butir kalimat simpel bahwa benar
saja pendidikan di negeri kita ini masih bermasalah. Padahal awalnya saya sempat
berhenti sebentar ketika menulis artikel ini karena saya merasa terlalu
berlebihan menilai negatif pendidikan negeri ini, paragraf demi paragraf kok
negatif terus.
Sistem Pendidikan Nasional
Sistem Pendidikan
Nasional (SISDIKNAS) merupakan satu keseluruhan yang terpadu dari semua satuan
dan kegiatan pendidikan yang saling berkaitan untuk mengusahakan tercapainya
tujuan pendidikan nasional. SISDIKNAS Indonesia ini disusun berlandaskan kepada
kebudayaan bangsa Indonesia
dan berdasar pada Pancasila dan UUD 1945 sebagai kristalisasi nilai-nilai hidup
bangsa Indonesia .
Adapun Tujuan
Pendidikan Nasional dinyatakan di dalam UU RI No. 2 Tahun 1989 Pasal 3. Tentang
SISDIKNAS di atas dan UU ini mungkin saya tidak perlu banyak komentar karena
ini hanya bukti baku yang bisa dilihat kapanpun oleh para pemerhati pendidikan
negeri ini. Yang terpenting adalah semoga bukan hanya keren di atas kertas saja
deh.
Pendidikan dan
Pembangunan
Pendidikan menduduki
posisi sentral dalam pembangunan karena sasarannya adalah peningkatan kualitas
SDM. Dikatakan juga bahwa pendidikan mengarah ke dalam diri manusia, sedangkan
pembangunan mengarah ke luar yaitu ke lingkungan sekitar manusia.
Jika manusia memiliki
jiwa pembangunan sebagai hasil pendidikan, maka diharapkan lingkungannya akan
terbangun dengan baik. Secara khusus, sumbangan pendidikan terhadap pembangunan
adalah pembangunan atas penyempurnaan sistem pendidikan itu sendiri.
Untuk sub-bab ini,
bangsa kita masih harus belajar banyak untuk mewujudkannya. Jangankan membangun
negeri, membangun kampus sendiri saja belum ada itikad yang benar-benar baik. Jangankan
membangun bangsa ini, peserta didik atau mahasiswa pun seringkali terlantar,
bahkan ada kemungkinan juga mahasiswa menjadi objek bisnis beberapa kampus dan
pemangku kebijakan yang tidak bertanggung jawab. Katanya kampus itu pusatnya kaum
intelek, terpelajar, dan terdidik? Kalau kampus sudah negatif, lalu bagaimana di
lingkungan luar?
Sebagai catatan
besar, meskipun saya terlalu banyak memaparkan hal negatif dari pendidikan
negeri ini, namun banyak juga hal positif hasil karya pendidikan kita saat ini,
antara lain banyaknya pemenang olimpiade dari Indonesia, banyaknya siswa dan mahasiswa
yang memenangkan perlombaan, banyak juga mereka yang melakukan penelitian
seperti yang berbuah mobil, dan sebagainya. Namun yang saya rasakan, hasil
karya mereka belum jadi solusi besar untuk bangsa ini. Entah apa yang salah? Apakah
saya yang salah menilainya atau apa? Mungkin lebih baik para pakar yang bicara
lebih banyak.
Sumber: Tirtarahardja, Umar dan Sulo, S. L. La. 2005. Pengantar
Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
"Boleh Konsultasi Masuk Jurusan Sistem Informasi via IG atau Tiktok."
|
Tips Skripsi Program Studi Sistem Informasi |
|
perlu adanya evaluasi dan langkah perbaikan. tapi saya tidak tahu, apakah manajemen pusat melakukan langkah itu? namun hal yang dekat dengan kehidupan kita adalah masalah pendidikan di lingkungan terkecil kang. misalnya di kampus. waktu saya kuliah, semangat belajar mahasiswa belum begitu terlihat menggebu-gebu. ditawari konsep belajar kreatif saja masih bingung mereka. perlua ada pioneer di tingkat lingkungan terkecil yang diharapkan bisa memicu orang-orang sekitarnya untuk semangat belajar menuju kualitas belajar yang lebih baik. ya, seperti kata aa gym, mulai dari hal kecil, sekarang, dari diri sendiri. cuma opini saya aja yg mungkin slah ini.
ReplyDelete