Sebenarnya saya lebih dulu belajar bahasa Arab daripada
bahasa Inggris. Sejak sebelum sekolah, saya sering ikut ayah ketika mengajar
bahasa Arab anak-anak seusia SMA.
Kemudian kelas 4 SD masuk Madrasah Ibtidaiyah (MI), mungkin
sekarang dikenal dengan SD Terpadu. Jadi, pagi masuk SD, sore masuk MI.
Namun karena belajar bahasa Arab hanya ikut guru, tanpa
latihan yang rajin, tanpa berpikir kreatif, ya lurus-lurus saja, yang penting
bisa mengerjakan soal. Sementara itu, saya baru belajar bahasa Inggris ketika
masuk kelas 1 MTs (SMP) karena dulu belum ada bahasa Inggris di SD, baik
sebagai mata pelajaran wajib maupun muatan lokal.
Alhasil, baru nyadar bahwa susunan kalimat bahasa Arab itu
banyak yang aneh, tidak seperti biasanya, setelah saya agak sering belajar
sendiri bahasa Inggris dan sekarang-sekarang belajar bahasa Arab.
Ini dia contoh penggalan kalimat bahasa Arab yang dikutip
dari Matan Jurumiyah:
وَالْفِعْلُ الْمُضَارِعِ الَّذِىْ
لَمْ يَتَّصِلْ بِاَخِرِهِ شَيْئٌ
Terjemahan harifah:
“Dan fi’il mudhari yang belum bertemu di akhirnya APA-APA.”
Kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia mungkin akan
lebih enak begini:
“Dan fi’il mudhari yang belum bertemu APA-APA di akhirnya.”
(Perhatikan, ‘APA-APA’ diletakkan berbeda ya…)
Nah, begitu juga dengan tulisan bahasa Arabnya. Kenapa di
ujung kalimat dibaca ‘syaiun’, bukan ‘syaiin’ padahal sebelumnya ada huruf jar
yang biasanya mengkasrahkan kata benda? Syaiun itu kata benda karena artinya
‘apa-apa’ atau ‘sesuatu’.
Anak-anak seusia SMA yang sudah menghapal Jurumiyah juga
kebingungan. He…he.. kenapa syaiun ya….?
Ketika ditanyakan ke guru bahasa Arabku yang keren dan
mengingat-ingat lagi aturan Nahwu (grammar) bahasa Arab ternyata bahasa Arab
memang memiliki aturan grammar (tatabahasa) yang banyak berbeda dengan bahasa
Inggris atau bahasa Indonesia.
Sebenarnya guru bahasa Arab saya juga sempat tertegun karena
beliau juga tidak pernah mempermasalahkan kalimat bahasa Arab tersebut, padahal
beliau sudah bukan hanya hapal Jurumiyah, tapi sudah mampu menyusun buku Nahwu
dan Balaghah.
Saya bilang ke guru saya: “Kan, pertanyaan seperti ini
pekerjaan saya yang tidak mau menghapal Jurumiyah alias maunya praktek
langsung”. Sang guru pun tersenyum.
Nah, untuk lebih mudah dipahami saya mengganti susunan
kalimatnya agar lebih sesuai dengan bahasa Indonesia, yaitu seperti ini:
وَالْفِعْلُ الْمُضَارِعِ الَّذِىْ
لَمْ يَتَّصِلْ شَيْئٌ بِاَخِرِهِ
Silahkan perhatikan kalimat bahasa Arab di atas! Sekarang
saya sudah memindahkan kata ‘syaiun’ sebelum ‘biakhirihi’. Nah, dengan pola
kalimat ini, saya tidak lagi bertanya: “Kenapa dibaca syaiun?” Karena ‘syaiun’ tidak
didahului huruf jar.
Pertanyaan selanjutnya: Kenapa penulis Kitab Jurumiyah
meletakkan ‘syaiun’ di akhir kalimat? Jawabannya suatu hari kita akan bahas
dalam pola-pola kalimat bahasa Arab yang sangat beraneka ragam. Intinya, pola
kalimat yang dibuat sang penulis kitab tersebut sudah benar ditinjau Ilmu Nahwu
(Ya pastilah, kan ahlinya. He..he…)
Untuk menambah para pemula menganalisis pola-pola kalimat
bahasa Arab, mungkin penggalan takbir Idul Fitri dan Ayat kedua al-Fatihah juga
bisa menjadi bahan renungan, yaitu:
Lirik takbir Idul Fitri tertulis seperti ini:
وَلِلهِ الْحَمْدُ
Terjemahannya: “Dan bagi Allah-lah segala puji.”
Sedangkan ayat kedua al-Fatihah sebagai berikut:
الْحَمْدُ اِللهِ
Terjemahannya: “Segala puji bagi Allah.”
Lalu, apa bedanya penggalan lirik takbir Idul Fitri dan ayat
kedua al-Fatihah? Kan, itu hanya posisi kata ‘Allah’ yang diletakkan di awal
dan akhir kalimat? Nah, inilah yang harus kita sama-sama jawab berdasarkan ilmu
Nahwu, bahkan akan lebih baik berdasarkan tafsir juga ya…
Jawaban pendeknya:
Di lirik takbir Idul Fitri, kita sedang memberikan penekanan
pada Allah, mengagungkan Allah, meng-Esakan Allah dan memuji Allah. Sedangkan
pada ayat 2 al-Fatihah, Tuhan sedang menekankan pembahasan tentang ‘puji’.
***Mohon
koreksi saya, kalau salah….***
Related Posts:
"Boleh Konsultasi Masuk Jurusan Sistem Informasi via IG atau Tiktok."
|
Tips Skripsi Program Studi Sistem Informasi |
|
No comments:
Post a Comment