Hello Katabah!
Pada posting ini, saya
belajar dalil hadits tentang amal yang tidak putus pada saat seseorang sudah
meninggal dunia. Mungkin dalil ini juga yang membuat sebagian orang
tergila-gila ingin mempunyai anak. Bunyinya seperti ini:
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ
إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ
صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
Artinya:
“Jika seseorang
meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu):
sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau do’a anak shaleh.” (H.R. Muslim)
Menurut saya, ada
keinginan untuk mempunyai anak itu bagus, tapi jangan sampai merusak sebuah
keluarga hanya karena tidak punya anak karena kita harus sadar bahwa anak juga
bisa menjadi penyebab orang tua masuk neraka kalau anaknya tidak shaleh. Nah
lho…!
Ada juga yang
menginginkan anak untuk melestarikan garis keturunannya semata. Memangnya
sehebat apa sih keturunannya itu? Orang tipe ini ada yang ngotot takut tidak
ada penerus keluarganya dan tidak ada yang memelihara pada saat usia senja.
Namun kenapa mereka lupa, bahwa putera-puteri Nabi juga banyak yang meninggal
sebelum menjadi pemimpin besar umat.
Kita sendiri tahu bahwa
khalifah yang empat (Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali) bukanlah putra kandung
Rasulullah. Kenapa kita tidak mengambil pelajaran dari kejadian ini?
Seandainya anak itu
hanya satu-satu syarat yang harus ada dalam keluarga dan satu-satunya yang bisa
dibanggakan? Kenapa putera Nabi Muhammad saw tidak menduduki salah satu dari posisi
keempat khalifah tersebut? Ini menandakan bahwa putera bukan segala-galanya.
Oleh karena itu, kita
harus bersyukur pada saat dianugerahi anak, kita juga tidak perlu sedih ketika
tidak dianugeri anak. Tak perlu risau di hari tua selama Tuhan masih ada
bersama kita.
Belajar Bahasa Arab
Pada dalil di atas, saya
belajar jumlah fi’liyah pada kalimat ini:
مَاتَ الْإِنْسَانُ
(Artinya: Seorang manusia telah meninggal)
مَاتَ
(telah meninggal dunia)
الْإِنْسَانُ
(manusia)
Ciri Jumlah Fi’liyah
adalah kata kerja (fi’il) berada di awal kalimat. Adapun yang termasuk fi’il
pada kalimat di atas adalah kata “mata” (مَاتَ).
Kok kalimatnya pendek
ya…? Apakah layak disebut kalimat (atau Jumlah)? Kalimat di atas disebut
kalimat intransitif, yaitu kalimat yang tidak memiliki obyek, tapi tetap
memiliki makna yang jelas.
Artikel Terkait:
"Boleh Konsultasi Masuk Jurusan Sistem Informasi via IG atau Tiktok."
|
Tips Skripsi Program Studi Sistem Informasi |
|
No comments:
Post a Comment