Hello Katabah!
Anda sedang mencari
dalil Quran tentang “Jangan Mengikuti langkah Setan Karena Setan Itu Musuh
Nyata Bagi Manusia”? Saya kutipkan dalilnya yang diambil dari Q.S. al-Baqarah
[2]: 168 berikut ini:
يَأَيُّهَا النَّاسُ كُلُوْا مِمَّا فِى الْأَرْضِ حَلَلًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوْا
خُطُوَاتِ الشَّيْطَنِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ
Artinya:
“Hai sekalian manusia,
makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah
kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah
musuh yang nyata bagimu.”
Ketika kita menjadi
penceramah, maka dapat membagi dalil di atas ke dalam tiga pokok bahasan,
yaitu:
1. Dalil tentang makanan
halal
يَأَيُّهَا النَّاسُ كُلُوْا مِمَّا فِى الْأَرْضِ حَلَلًا طَيِّبًا
Artinya:
“Hai sekalian manusia,
makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi.”
2. Dalil tentang
larangan mengikuti setan
وَلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوَاتِ الشَّيْطَنِ
Artinya:
“Dan janganlah kamu
mengikuti langkah-langkah syaitan.”
3. Dalil tentang setan
sebagai musuh manusia
إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ
Artinya:
“Sesungguhnya syaitan
itu adalah musuh yang nyata bagimu.”
Walaupun ayat di atas
bisa dibagi menjadi beberapa topik yang tampak berbeda, tapi sebaiknya kita
menghapal secara utuh agar dapat menyajikan pembahasan dalil dengan lebih
tepat.
Contoh keuntungan
mengetahui dalil di atas secara utuh:
1. Apa maksudnya:
“Jangan mengikuti langkah-langkah setan?”
Kita bisa menjelaskan
bahwa tidak boleh memakan makanan haram, subhat, berlebihan atau jenis makanan
yang dapat mengundang perangkap setan di dalamnya.
2. Lalu, maksudnya
“Setan musuh nyata bagimu?”
Kita bisa memaparkan
bahwa hampir dalam segala aspek, perangkap setan bisa selalu ada, termasuk
ketika makan sekalipun.
Biasanya orang-orang
menjelaskan dengan dalil di atas bahwa kita tidak cukup memakan makanan halal,
tapi juga harus baik. Makna baik di sini bisa berarti harus bergizi. Makna halalpun
bukan hanya dilihat dari wujud makanannya saja, tapi prosesnya pun harus halal.
Belajar Bahasa Arab
Melalui dalil di atas,
saya belajar contoh penerapan huruf Nida pada teks ini:
يَأَيُّهَا النَّاسُ
(Hai manusia)
Huruf Nida itu berupa ya
(يَا),
artinya “hai” atau “wahai”. Sementara itu kata “an-nasu” (النَّاسُ) disebut “Munada”.
Pada penggalan teks di
atas, (يَأَيُّهَا
النَّاسُ) disebut “Munada bi Al” (Munada dengan alif lam). Apabila suatu
kata benda (isim) didahului huruf “alif lam”, maka disebut ma’rifat (tentu).
Munada yang dimasuki
huruf “alif lam” biasa disebut “Munada Mabni”. Artinya, harokat akhir dari
Munada tersebut tidak berubah – kalau dlammah, maka tetap dlammah. Padahal
dalam kasus lain, ada Munada yang dibaca dengan harokat akhir “fathah”.
Artikel Terkait:
Doa Nabi Ayub Mohon Terlepas Dari Kesulitan Quran dan Bahasa Arab
Islam Agama Yang Diridhai Allah Dalil Quran dan Bahasa Arab
Allah Beri Rezeki Tak Disangka-Sangka Dalil Quran dan Bahasa Arab
Islam Agama Yang Diridhai Allah Dalil Quran dan Bahasa Arab
Allah Beri Rezeki Tak Disangka-Sangka Dalil Quran dan Bahasa Arab
"Boleh Konsultasi Masuk Jurusan Sistem Informasi via IG atau Tiktok."
|
Tips Skripsi Program Studi Sistem Informasi |
|
No comments:
Post a Comment