Bahasa
Inggris sudah lama merajai komunikasi antar bangsa di dunia, terutama
dalam forum-forum resmi. Sebagai bangsa Indonesia yang memiliki
kecerdasan pas-pasan banyak mengalami kendala selama proses memahaminya.
Padahal bahasa pengantar nomor satu dunia ini diajarkan mulai sekolah
dasar sampai pascasarjana.
Kebutuhan
suatu bangsa adalah KARYA ANAK BANGSA. Kalau anak-anak bangsa
berlama-lama memahami bahasa sebagai alat pendukung kreativitas, maka
kapan kita bisa berkaryanya? Di samping itu, memahami bahasa Indonesia
juga masih banyak yang kurang baik. Tambahan pula bagi seorang Muslim,
ia harus memahami bahasa Arab. Jadi, kapan waktunya untuk berkarya?
Jasa
para penerjemah sangat dibutuhkan untuk situasi seperti itu. Kita
tengok kemajuan Islam dalam bidang ilmu pengetahuan pada masa Bani
Abbasiyah. Kita tengok juga kreativitas bangsa Jepang, yang dalam
beberapa artikel ada pernyataan bahwa “bahasa Inggris orang Indonesia
masih lebih baik dari orang Jepang.” Tapi karya orang Jepang, kita bisa
saksikan betapa jauh dari Indonesia, bahkan sudah bersaing dengan
negara-negara maju dunia.
Saya
sering berselancar di dunia maya, ternyata referensi-referensi keilmuan
komputer dalam bahasa Indonesia sangat kurang, bahkan dalam perkuliahan
jarang sekali dosen memperkenalkan referensi dalam bahasa Indonesia.
Hal ini terjadi, apakah betul karena alasan sebagai persiapan persaingan
global? Semoga bukan karena alasan ketidak-mampuan dosen untuk
menyediakan referensi kuliah dalam bahasa Indonesia.
Tentang
persaingan global, penulis memiliki pertimbangan lain. Kalaulah tidak
ada niat untuk meninggalkan bahasa Indonesia untuk digantikan dengan
bahasa Inggris, maka para pakar, terutama para akademisi akan lebih baik
kalau banyak berkarya dalam bahasa Indonesia. Dalam kelas perkuliahan
harus dibagi dua, pertama kelas yang berorientasi karya. Kelas kesatu
ini harus banyak menggunakan referensi berbahasa Indonesia agar cepat
pemahamannya, sehingga cepat juga berkarya.
Kedua
adalah kelas yang berorientasi komunikasi global. Kelas kedua ini harus
banyak menggunakan referensi berbahasa Inggris agar mampu
memperkenalkan karya-karya dari kelas kesatu kepada dunia, bahkan
sekaligus menjadi penerjemah dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia,
yang selanjutnya akan digunakan oleh kelas KARYA (kelas kesatu). Agar
mudah diingat, sebut saja kedua kelas tersebut dengan istilah kelas
KARYA dan kelas KOMUNIKASI.
Pembagian
keahlian ini dirasa penting karena level tertinggi manusia bukan berada
pada komunikasi maupun karya tapi WISDOM (kearifan). Untuk apa karya
banyak, tapi mentalnya penjajah. Untuk apa komunikasinya cerdas, tapi
mentalnya penipu. Bagi umat Islam, wisdom itu akan diperoleh melalui
pemahamannya terhadap al-Quran. Dengan demikian, orang-orang Islam yang
sudah pakar dalam suatu keilmuan, seperti Komputer, mereka tidak pantas
berhenti sampai di sana, sementara pemahamannya terhadap Islam tidak
dibangun.
Apabila
terjadi demikian, misalnya pakar komputer tanpa disertai keislaman yang
baik, dikhawatirkan kepakarannya menjadikan dirinya jauh dari
orang-orang pinggiran yang masih fakir dan miskin, padahal fakir miskin
adalah amanah Allah SWT.
Tanpa
Islam, banyak uang akan sibuk membeli kendaraan mewah dan rumah megah,
lupa diri membantu saudara yang menaruhkan nyawa, banting tulang peras
keringat demi sesuap nasi. Si kaya bilang ke Si miskin: Salah siapa
milih miskin, makanya sekolah, makanya belajar, makanya berusaha keras.
Si kaya lupa bahwa betapa salahnya tudingan itu. Si miskin sudah jauh
lebih keras berjuang dalam hidup ini, tapi hasilnya Allah titipkan
kepada Si kaya. Sayangnya Si kaya merasa bahwa kekayaan yang dimiliki
adalah karena doanya dikabulkan Tuhan, padahal belum tentu, karena Si
miskin juga berdoa, bahkan mungkin dengan doa yang sama.
"Boleh Konsultasi Masuk Jurusan Sistem Informasi via IG atau Tiktok."
|
Tips Skripsi Program Studi Sistem Informasi |
|
No comments:
Post a Comment