Prodi Sistem Informasi | Belajar HTML dan PHP | Skripsi SI
Pesantren Katabah
1000 Penghafal Quran
Pengobatan Ruqyah Mandiri
Sistem Informasi (S1)
Manajemen Informatika
Blog | Kontak | Siap Kerja | Sertifikat | PrivacyPolicy | Inggris Arab | Daftar Isi

Tuesday, October 9, 2012

PERTARUHKAN NYAWA DEMI KULIAH


PERTARUHKAN NYAWA DEMI KULIAH

Kuliah untuk sebagian orang merupakan perjalanan hidup yang biasa-biasa. Lulus atau tidak lulus, berhasil memahami matakuliah atau tidak paham, bayar kuliah atau tidak, banyak orang menganggapnya hal biasa dalam dunia perkuliahan. Akan tetapi untuk segelintir orang, kuliah itu merupakan ‘barang’ mahal, sehingga menjalaninya penuh kesungguhan. Apabila ada kendala selama perkuliahan, maka kelompok kecil ini mengangggapnya sebagai masalah besar sehingga tidak menutup kemungkinkan mereka si kecil ini akan mempertaruhkan nyawa, bahkan imannya hanya untuk yang namanya kuliah.

Bagaimana kelompok kecil ini bisa mempertaruhkan nyawanya demi kuliah? Ada segelintir orang yang sangat berharap dengan kuliah akan memperbaiki situasi ekonomi keluarganya. Hal ini terlepas dari perdebatan tujuan awal pendidikan tinggi yang berorientasi uang atau tidak. Yang jelas pemikiran di masyarakat ada yang anggapan apabila sudah kuliah dimungkinkan akan mendapatkan uang lebih mudah untuk kehidupan sehari-harinya. Demi kuliah, ada juga yang rela menghentikan sementara karirnya yang sedang dititi, hanya untuk mengikuti kuliah yang melarangnya sambil bekerja. Dengan pertimbangan inilah, kelulusan kuliah yang tepat waktu merupakan hal segalanya, karena masih banyak yang harus dilakukan untuk menata kehidupan keluarga besarnya. Seandainya, kuliah seorang anggota keluarga diharapkan dapat membantu saudaranya yang lain, maka ketidaklulusan mahasiswa tersebut akan berpengaruh besar terhadap peluang adik-adiknya untuk sekolah atau kuliah. Tidakkah orang ini merasa malu karena tidak lulus? Tentu malu. Walaupun disadari lulus atau gagal tidak terlepas dari taqdir Tuhan kepadanya. Setidaknya, dosen bisa memperhatikan kemungkinan adanya mahasiswa seperti kondisi tersebut. Kenapa repot-repot memikirkan mahasiswa tidak berdaya seperti itu? Kita harus ingat, seringkali kita tidak mengetahui apakah mahasiswa yang sudah lulus itu benar-benar mengerjakan tugas sendiri atau banyak dibantu orang lain? Dosen tidak bisa menutup mata terkait hal ini.
Bagamana kelompok kecil tersebut bisa mempertaruhkan imannya? Ya bagaimana tidak. Kita ingat tidak semua orang punya kebulatan iman yang kuat. Ada orang yang mengikuti kuliah dengan penuh doa yang dipanjatkan selama ikhtiarnya yang dilakukan. Dengan adanya doa, maka banyak orang menerima jawabannya yang positif. Dengan demikian, apabila mahasiswa yang rajin berdoa tapi kuliahnya tidak lulus-lulus juga, ada kemungkina ia bertanya: Apakah doa yang ia panjatkan itu benar? Apakah ada tindakan yang menghalangi doanya terkabulkan? Boleh jadi mahasiswa tersebut putus asa dari doanya, sehingga dia bingung harus berdoa apa terkait penyelesaian kuliahnya. Tidak sebatas satu orang mahasiswa bersangkutan saja, boleh jadi akan berimbas kepada teman atau saudaranya yang lain. Coba bayangkan, jika seorang mahasiswa punya doa “A”, kemudian dia merasa doa “A” tersebut tidak berhasil membantu kuliahnya, maka ketika ada orang lain yang bertanya tentang doa apa yang dapat dipanjatkan agar kuliahnya berjalan lancar, maka mahasiswa tersebut akan kebingungan, dia ragu memberikan doa “A” karena untuk dirinya sendiri pun tidak dikabulkan. Bukankah ini akan mengguncang keimanan mahasiswa bersangkutan?
Memang kuliah itu bukan hal istimewa bagi orang kaya dan cerdas, tapi bagi mahasiswa bodoh dan miskin, tapi punya kemauan untuk maju, kuliah merupakan hal yang sangat istimewa, yang didapatkannya dengan mengorbankan banyak harta, waktu, pemikiran dan aspek lain. Semuanya tercurahkan hanya untuk kuliah, maka tidak pantas kalau kita sebagai dosennya menelantar mereka yang sudah berjuang dengan mempertaruhkan nyawa dan iman. Sungguh biadab diri ini, kalau tidak memikirkan nasib mereka melalui proses kemudahan kuliah. Bukan berarti mahasiswa harus dipermudah dengan cara yang salah, tapi jangan sampai tersangkut selenehan “kalau bisa dipersulit kenapa harus dipermudah”. Saya khawatir selenehan ini sering diterapkan di kalangan pendidik, karena mereka merasa bahwa dulu ketika kuliah, mereka juga merasa sulit untuk menyelesaikan kuliahnya. Sehingga kesulitannya diwariskan kepada mahasiswanya dengan bumbu-bumbu “melatih mental”. Saya punya pendapat masih banyak pelatihan mental yang lebih tepat daripada hanya menularkan kesulitan kuliah kepada mahasiswa. Mudahnya, analogikan saja, seandainya mahasiswa tersebut anak kesayangan anda, maka relakah dia tertunda kelulusan kuliahnya, padahal dia rajin belajar.
"Boleh Konsultasi Masuk Jurusan Sistem Informasi via IG atau Tiktok."
Tips Skripsi Program Studi Sistem Informasi

No comments:

Post a Comment