Benarkah
Takdir dapat Diubah?
Tulisan ini
tidak dimaksudkan untuk sebuah perdebatan. Akan tetapi, hanya sedikit buah
pikiran yang dipadu pengalaman riil dalam kehidupan ini. Perdebatan mengenai
topik ini hanya boleh dilakukan oleh pakarnya. Dalam hal ini, saya tidak
berkompeten untuk memperdebatkannya.
Lalu kenapa
harus menulis topik ini? Semoga saja menjadi setitik solusi untuk seseorang
yang sedang kebingungan memahaminya.
Mari kita
simak beberapa pemahaman tentang taqdir:
“Allah itu
tergantung prasangka hambanya.
Allah tidak
akan mengubah nasib suatu kaum, sehingga kaum tersebut mengubah nasib dirinya
sendiri.”
Kedua konsep
di atas menunjukkan bahwa kalau manusia mau berikhtiar, maka pasti ada jalan
untuk mencapai tujuannya. Lebih konkrit lagi, saya memahami beberapa nada dari
para penceramah/motivator bahwa
“Kalau kita
berusaha keras untuk menjadi orang kaya yang banyak uang, maka kita akan banyak
uang.
Kalau kita
berusaha keras untuk menjadi orang cerdas, maka kita akan menjadi orang cerdas
seperti masuk 10 besar di kelas.”
Dengan
pemahaman di atas, tidak sedikit orang yang merasa kebingungan karena
usaha/kerja kerasnya selalu gagal. Dan mereka seringkali mendapatkan vonis
bahwa jalan yang ditempuhnya salah, jalan yang ditempuhnya jalan kemiskinan,
jalan yang ditempuhnya jalan kebodohan. Padahal orang yang melakukannya sama
sekali tidak mencoba jalan kemiskinan dan kebodohan itu secara sadar.
Orang dengan
konsep ini terus sibuk memperbaiki diri dan menilai bahwa apa yang dilakukannya
memang salah. Sehingga seringkali melupakan hal lain, selain tujuannya uang
yang banyak dan ilmu yang mumpuni.
Dengan
konsep di atas, khusus saya sendiri merasakan hati ini semakin keras dan jauh
dari Allah ketika terus mengalami kegagalan dalam hidup ini.
Adakah konsep
lain?
Ada, seperti
ini:
Allah
berhendak atas makhluk-Nya.
Allah Maha
Mengetahui apa yang dibutuhkan oleh makhluk-Nya.
Allah
memberikan anak kepada Nabi Zakaria, padahal isterinya mandul.
Dengan
melihat konsep kedua di atas, maka benar-benar manusia tidak berdaya. Apa yang
dianggap tidak mungkin menurut manusia, maka sangat mungkin terjadi menurut
Allah. Kalau manusia menginginkan sukses di bidang ‘A’, Allah sangat
berkehendak memberikan suksesnya di bidang ‘B’.
Dalam contoh
lain, saya teringat bahwa dakwah itu hanya menyampaikan kebenaran ajaran Islam,
bukan memaksa orang lain untuk masuk Islam, karena masuk Islam itu hidayah, dan
hidayah merupakah hak prerogatif Tuhan.
Sebagai
contoh tambahan lagi, sehebat apapun usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk
mendapatkan uang banyak dan pendidikan formal tinggi, kalau Allah tidak
berhendak, maka tujuan tersebut tidak akan tercapai. Bahkan bisa jadi orang
yang berharap mendapatkan uang banyak dan pendidikan formal tinggi, malah
diberikan kemiskinan dan kegagalan dalam kuliahnya. Ini bisa kita simak dari
pengalaman beberapa orang yang mengalaminya langsung, seperti seorang
mahasiswa.
Singkat
kata, kedua konsep di atas benar-benar terjadi dalam hidup ini. Dengan
demikian, saya mengambil keputusan untuk menerima kedua konsep tersebut.
Sebagai
penyemangat ikhtiar, saya menggunakan konsep pertama bahwa “taqdir itu bisa
diubah”
Sebagai
penyelamat iman ketika serba gagal, maka saya menggunakan konsep kedua bahwa
“taqdir itu tidak bisa diubah”.
Kenapa saya
memilih keduanya? Apakah karena plin-plan?
Entahlah,
plin-plan bukan saya yang harus menilai. Yang jelas, saya sendiri mengalami
kedua konsep tersebut di atas. Benar-benar keduanya terasa menimpa diri saya
sendiri. Wallahu’alam.
Apa
akibatnya menerapkan kedua konsep di atas?
Khusus bagi
saya, lebih terasa nyaman ketika memaksimalkan ikhtiar dan lebih terasa lapang
dada untuk menerima hasil yang tidak sesuai keinginan.
Mungkin ini bisa
jadi renungan kita semua:
Di saat
membutuhkan uang, karir kita hilang.
Di saat
ingin menyelesaikan kuliah, semangat dan ide untuk menyelesaikan tugas akhir
kuliah hilang.
Apakah kedua
kejadian di atas hanya dialami oleh orang malas?
Apakah kedua
kejadian di atas tidak mungkin terjadi?
Apakah kedua
kejadian di atas hanya alasan yang dibuat-buat?
Semua
jawabannya diserahkan kepada masing-masing kita. Yang jelas, saya pernah
mengalami keduanya. Karena itulah, harapan satu-satunya yang saya terus jaga
adalah ‘setitik iman’, karena kedua kejadian di atas juga akan berimbas pada
degradasi mental dan iman kita. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’uun.
"Boleh Konsultasi Masuk Jurusan Sistem Informasi via IG atau Tiktok."
|
Tips Skripsi Program Studi Sistem Informasi |
|
No comments:
Post a Comment