Jangan Takut
Sesat Dalam Belajar Kebenaran
Ketika saya
berusaha untuk pulih kembali dari keterpurukan dalam kehilangan semangat
menyelesaikan kuliah, karena seminggu yang lalu pembimbing melalui teman
menyarankan saya untuk segera menyelesaikan tugas akhir yang ada dan tidak
perlu membayar lagi, ternyata hanya bertahan beberapa hari. Di hari yang sudah
ditargetkan, kemampuanku hilang lagi. Inna lillah!
Sungguh saya
sendiri belum bisa menerima seratus persen bahwa ketidak-berdayaanku itu
merupakan anugerah Tuhan. Di dalam hati masih khawatir: “jangan-jangan ini
merupakan kemalasanku belaka”. Akan tetapi, karena ketidak-berdayaan ini sudah
berlangsung selama berbulan-bulan, segera saya berusaha mencari mindset-mindset
alternatif. Maka ditemukanlah bahwa “setiap ciptaan Tuhan itu pasti ada
hikmahnya.”
Dengan berat
hati saya mencoba mencari bacaan-bacaan yang ringan-ringan di tabloid Manajemen
Qalbu (MQ) bekas, yang sudah tersimpan dari beberapa tahun yang lalu.
Saya terus
baca-baca tabloid bekas tersebut. Ternyata banyak sekali tulisan yang
menguatkan konsep bahwa “setiap ciptaan Tuhan itu pasti ada hikmahnya.”
Dalam bahasa
lainnya dikatakan bahwa kemiskinan yang kita miliki belum tentu jelek di
hadapan Allah. Sebaliknya kekayaan yang kita miliki belum tentu baik di hadapan
Allah. Kita tidak tahu mana yang lebih baik, sehat atau sakit. Kalaulah sakit
bisa membuat kita lebih dekat dengan Allah, maka dapat diartikan bahwa sakit
lebih baik dari sehat. Begitu juga, apabila sehat membuat kita lebih dekat
kepada Allah, maka dapat diartikan sehat lebih baik untuk kita.
Satu lagi
contoh yang diperoleh dari tabloid MQ di atas, kalau kemiskinan membuat kita
kebih rajin dzikir, membaca Quran, shalat, dan amalan shaleh lainnya, maka
kemiskinan lebih baik untuk kita. Sebaliknya, apabila kelapangan membuat dzikir
semakin terlupakan, membaca Quran semakin jarang, shalat semakin sering
terlewatkan, dan amalan shaleh lainnya semakin tidak terhiraukan karena
kesibukan kita, maka kelapangan itu sangat jelek buat kita.
Hal di atas
sering kali membuatku bingung di kala ada pendapat bahwa lebih baik kaya dan
shaleh, Allah lebih menyukai Muslim yang kuat, dan sejenisnya. Jadi, mana yang
benar?
Tapi saya
mencoba menggunakan ilmu yang ada walaupun sangat terbatas. Saya teringat ketika
nonton suatu acara televisi bahwa Sayyidina Ali bin Abi Thalib yang terkenal
sangat cerdas keilmuannya, beliau masih dikenal sangat miskin harta. Apalagi
saya yang punya ilmu sangat sedikit, kemiskinan bukanlah barang aneh….!
Kisah
sahabat Rasulullah di ataslah yang membantu saya meyakini bahwa “orang yang
punya ilmu tinggi itu belum tentu kaya harta”. Jadi, kalau ada orang miskin,
maka bukanlah sebuah dosa, karena itu ketetapan Allah yang harus membuat
pemiliknya semakin dekat kepada-Nya.
Setelah kepala
saya mengiyakan tentang ilmu kepasrahan di atas, walaupun dalam prakteknya
sangat sulit, saya menemukan kajian al-Hikam dengan pensyarahnya Aa Gym.
Walaupun
saya sering diselimuti ketidak-sukaan atas kasus poligami beliau, tapi saya
tidak berkompeten menilainya salah atau benar. Saya coba melupakan kasus itu,
dan mencoba membaca karya tulisnya yang masih ada di tabloid bekas tadi.
Beberapa
tabloid saya baca, tampaknya cukup sesuai untuk kehidupan saya saat ini.
Setelah itu, saya terpanggil untuk mencari kitab lengkapnya (al-Hikam) di
Internet. Ternyata kitab ini sudah banyak dikaji di berbagai pesantren.
Namun
demikian, saya agak terperanjat juga ketika membaca “kitab al-Hikam sesat”.
Saya sedikit bingung juga, sambil bergumam: “benar-benar belajar kebenaran itu
susah, yang ini sesat, yang itu dhaif, seperti halnya banyak pendapat yang
melemahkan pandangan al-Ghazali.”
Singkatnya,
yang mengatakan sesat terhadap kitab al-Hikam menyarankan untuk kembali kepada
Quran dan Hadits. Namun setelah saya pikirkan lagi, untuk menjamin bahwa kita
bersumber dari Quran dan Hadits juga tidaklah mudah, karena kita hanya bisa
memahami keduanya dari tafsir. Padahal tafsir juga sering kali mengalami
perbedaan dari satu ahli tafsir dengan ahli tafsir lainnya. Sungguh membingungkan!
Walaupun
bingung, tetap harus ada solusi, karena hidup masih tetap harus dijalani.
Konsep kesuksesan yang sudah lama saya bangun, ternyata sekarang menemukan
kebuntuan dan kegagalan, maka saya harus melakukan satu amalan yang kira-kira
bisa menjadi bekal untuk kembali kepada Tuhan.
Demi
melakukan satu amalan di ataslah, saya akan terus sedikit demi sedikit belajar
Islam, termasuk membaca kitab al-Hikam (terjemahnya). Adapun sesat atau tidak
akan terjawab di kemudian hari. Yang penting saya berdoa agar Allah
membimbingku dalam hidup ini.
Dengan doa
itulah, saya berharap Allah akan menggagalkan usaha belajar kitab al-Hikam
kalau memang benar-benar sesat. Tapi sebaliknya, apabila kitab tersebut tidak
sesat dan baik untuk diriku, pasti Allah akan melancarkan untuk memahaminya.
InsyaAllah!
Tak perlu
takut sesat, kalau kita tidak berniat untuk sesat
Tak perlu
takut salah, selama belajar kita disertai dengan doa kepada Allah SWT
"Boleh Konsultasi Masuk Jurusan Sistem Informasi via IG atau Tiktok."
|
Tips Skripsi Program Studi Sistem Informasi |
|
bagus mas, sederhana tapi dalam..meski mungkin anda gak merasa tulisan anda dalam. الله memasukkan kita ke surga bukan karena amal kita, harta kita, ilmu kita dll, tapi karena keluasan rahmat Nya. Mungkin kita masuk surga hanya karena di dunia pernah menolong seekor lalat yang kecemplung dalam teh kita...membiarkannya terbang lagi...dan amal tsb tidak kita sadari...
ReplyDelete