Prodi Sistem Informasi | Belajar HTML dan PHP | Skripsi SI
Pesantren Katabah
1000 Penghafal Quran
Pengobatan Ruqyah Mandiri
Sistem Informasi (S1)
Manajemen Informatika
Blog | Kontak | Siap Kerja | Sertifikat | PrivacyPolicy | Inggris Arab | Daftar Isi

Monday, February 25, 2013

Jangan Takut Sesat Dalam Belajar Kebenaran



Jangan Takut Sesat Dalam Belajar Kebenaran


Ketika saya berusaha untuk pulih kembali dari keterpurukan dalam kehilangan semangat menyelesaikan kuliah, karena seminggu yang lalu pembimbing melalui teman menyarankan saya untuk segera menyelesaikan tugas akhir yang ada dan tidak perlu membayar lagi, ternyata hanya bertahan beberapa hari. Di hari yang sudah ditargetkan, kemampuanku hilang lagi. Inna lillah!


Sungguh saya sendiri belum bisa menerima seratus persen bahwa ketidak-berdayaanku itu merupakan anugerah Tuhan. Di dalam hati masih khawatir: “jangan-jangan ini merupakan kemalasanku belaka”. Akan tetapi, karena ketidak-berdayaan ini sudah berlangsung selama berbulan-bulan, segera saya berusaha mencari mindset-mindset alternatif. Maka ditemukanlah bahwa “setiap ciptaan Tuhan itu pasti ada hikmahnya.”

Dengan berat hati saya mencoba mencari bacaan-bacaan yang ringan-ringan di tabloid Manajemen Qalbu (MQ) bekas, yang sudah tersimpan dari beberapa tahun yang lalu.

Saya terus baca-baca tabloid bekas tersebut. Ternyata banyak sekali tulisan yang menguatkan konsep bahwa “setiap ciptaan Tuhan itu pasti ada hikmahnya.”

Dalam bahasa lainnya dikatakan bahwa kemiskinan yang kita miliki belum tentu jelek di hadapan Allah. Sebaliknya kekayaan yang kita miliki belum tentu baik di hadapan Allah. Kita tidak tahu mana yang lebih baik, sehat atau sakit. Kalaulah sakit bisa membuat kita lebih dekat dengan Allah, maka dapat diartikan bahwa sakit lebih baik dari sehat. Begitu juga, apabila sehat membuat kita lebih dekat kepada Allah, maka dapat diartikan sehat lebih baik untuk kita.

Satu lagi contoh yang diperoleh dari tabloid MQ di atas, kalau kemiskinan membuat kita kebih rajin dzikir, membaca Quran, shalat, dan amalan shaleh lainnya, maka kemiskinan lebih baik untuk kita. Sebaliknya, apabila kelapangan membuat dzikir semakin terlupakan, membaca Quran semakin jarang, shalat semakin sering terlewatkan, dan amalan shaleh lainnya semakin tidak terhiraukan karena kesibukan kita, maka kelapangan itu sangat jelek buat kita.

Hal di atas sering kali membuatku bingung di kala ada pendapat bahwa lebih baik kaya dan shaleh, Allah lebih menyukai Muslim yang kuat, dan sejenisnya. Jadi, mana yang benar?

Tapi saya mencoba menggunakan ilmu yang ada walaupun sangat terbatas. Saya teringat ketika nonton suatu acara televisi bahwa Sayyidina Ali bin Abi Thalib yang terkenal sangat cerdas keilmuannya, beliau masih dikenal sangat miskin harta. Apalagi saya yang punya ilmu sangat sedikit, kemiskinan bukanlah barang aneh….!

Kisah sahabat Rasulullah di ataslah yang membantu saya meyakini bahwa “orang yang punya ilmu tinggi itu belum tentu kaya harta”. Jadi, kalau ada orang miskin, maka bukanlah sebuah dosa, karena itu ketetapan Allah yang harus membuat pemiliknya semakin dekat kepada-Nya.

Setelah kepala saya mengiyakan tentang ilmu kepasrahan di atas, walaupun dalam prakteknya sangat sulit, saya menemukan kajian al-Hikam dengan pensyarahnya Aa Gym.

Walaupun saya sering diselimuti ketidak-sukaan atas kasus poligami beliau, tapi saya tidak berkompeten menilainya salah atau benar. Saya coba melupakan kasus itu, dan mencoba membaca karya tulisnya yang masih ada di tabloid bekas tadi.

Beberapa tabloid saya baca, tampaknya cukup sesuai untuk kehidupan saya saat ini. Setelah itu, saya terpanggil untuk mencari kitab lengkapnya (al-Hikam) di Internet. Ternyata kitab ini sudah banyak dikaji di berbagai pesantren.

Namun demikian, saya agak terperanjat juga ketika membaca “kitab al-Hikam sesat”. Saya sedikit bingung juga, sambil bergumam: “benar-benar belajar kebenaran itu susah, yang ini sesat, yang itu dhaif, seperti halnya banyak pendapat yang melemahkan pandangan al-Ghazali.”

Singkatnya, yang mengatakan sesat terhadap kitab al-Hikam menyarankan untuk kembali kepada Quran dan Hadits. Namun setelah saya pikirkan lagi, untuk menjamin bahwa kita bersumber dari Quran dan Hadits juga tidaklah mudah, karena kita hanya bisa memahami keduanya dari tafsir. Padahal tafsir juga sering kali mengalami perbedaan dari satu ahli tafsir dengan ahli tafsir lainnya. Sungguh membingungkan!

Walaupun bingung, tetap harus ada solusi, karena hidup masih tetap harus dijalani. Konsep kesuksesan yang sudah lama saya bangun, ternyata sekarang menemukan kebuntuan dan kegagalan, maka saya harus melakukan satu amalan yang kira-kira bisa menjadi bekal untuk kembali kepada Tuhan.

Demi melakukan satu amalan di ataslah, saya akan terus sedikit demi sedikit belajar Islam, termasuk membaca kitab al-Hikam (terjemahnya). Adapun sesat atau tidak akan terjawab di kemudian hari. Yang penting saya berdoa agar Allah membimbingku dalam hidup ini.

Dengan doa itulah, saya berharap Allah akan menggagalkan usaha belajar kitab al-Hikam kalau memang benar-benar sesat. Tapi sebaliknya, apabila kitab tersebut tidak sesat dan baik untuk diriku, pasti Allah akan melancarkan untuk memahaminya. InsyaAllah!

Tak perlu takut sesat, kalau kita tidak berniat untuk sesat
Tak perlu takut salah, selama belajar kita disertai dengan doa kepada Allah SWT
"Boleh Konsultasi Masuk Jurusan Sistem Informasi via IG atau Tiktok."
Tips Skripsi Program Studi Sistem Informasi

1 comment:

  1. bagus mas, sederhana tapi dalam..meski mungkin anda gak merasa tulisan anda dalam. الله memasukkan kita ke surga bukan karena amal kita, harta kita, ilmu kita dll, tapi karena keluasan rahmat Nya. Mungkin kita masuk surga hanya karena di dunia pernah menolong seekor lalat yang kecemplung dalam teh kita...membiarkannya terbang lagi...dan amal tsb tidak kita sadari...

    ReplyDelete