Keunggulan
Tulisan Fiksi
Berbicara
sebuah tulisan, masing-masing punya keunggulan, baik fiksi maupun non-fiksi,
baik artikel ilmiah maupun cerpen. Apalagi kalau digali dari segi sastra,
mungkin akan membuahkan nilai-nilai luhur dari sebuah cerpen sekalipun.
Satu frase
yang sering saya dengar, “nilai rasa”. Inilah yang sering disodorkan dalam
sebuah karya sastra. (mohon maaf kalau saya salah)
Tapi tentang
faktor-faktor sastra, saya serahkan kepada ahlinya saja, para ahli sastra. Saya
kurang tahu tentang hal tersebut. Namun mencoba mencari keunggulannya dari sisi
ilmiah, ternyata saya tertegun juga peran tulisan fiksi untuk sebuah pesan
ilmiah.
Saya pikir
penyajian pesan ilmiah dalam sebuah tulisan fiksi seperti cerpen dan puisi akan
membuat penulis lebih ekspresif dan bebas dari kekhawatiran dijebloskan ke
penjara. He..he..
Kan kita
tahu, berkomentar tentang layanan suatu lembaga bisa dituntut dengan UU ITE.
Mengkritisi sebuah dunia pendidikan, bisa-bisa ada yang merasa dicemarkan nama
baiknya, sehingga bisa berujung ke meja hijau. Hi….ngeri….!
Padahal,
saya punya dugaan kuat bahwa “orang-orang lemah” ada yang mengetahui keburukan
perilaku orang-orang kuat seperti para pemimpin, yang mengaku sebagai pendidik,
dan lain-lain. Akan tetapi, mereka tidak berani berkata sebenarnya karena takut
tidak cukup bukti di hadapan hukum.
Memang ada
positifnya, komunikasi kita dibatasi dengan rambu-rambu hukum. Akan tetapi,
tidak benar juga kalau yang melapor setahunya, semampunya tentang tindakan yang
diduga salah yang dilakukan seseorang harus berujung pada senjata makan tuan.
Ini harus ada keseimbangan! Untuk sementara biar bahasa fiksilah yang
menjawabnya!
Coba
bayangkan kasus berikut ini:
1. Mahasiswa
ingin mengkritik dosen. Waaaaahh……mana berani, takut tidak lulus, bahkan bisa
saja balik dituntut ke pengadilan sebagai pencemaran nama baik. Padahal saya
yakin sebagian dosen harus dikritik.
2. Orang
awam ingin marah pada pemerintah setempat. Waaaaahhhh…..mana berani, nanti
langsung dihadapkan di muka rapat dengan bahasa yang tidak dimengerti, sehingga
kebenaran orang awam bisa tertutup dengan kelihaian pejabat dalam bahasanya.
Yang ada malah, bengong…..!
3. Muslim
awam ingin mengungkapkan bahwa ia kehilangan Tuhan. Waduuuuuh….mana berani,
bisa-bisa sebagian ulama marah dan langsung mencap kafir alias murtad.
4. Dan kasus
lainnya.
Nah, ketiga
contoh di atas, kalau disajikan dalam bahasa fiksi tampaknya akan aman untuk
dikonsumsi publik seperti pada sebuah blog. Mantap bukan….!
Kalau tidak
dipahami oleh mereka yang kita kritik, minimal kita tidak stres membungkam
unek-unek di dalam hati sendiri. Ya syukur-syukur kalau mereka mengerti.
"Boleh Konsultasi Masuk Jurusan Sistem Informasi via IG atau Tiktok."
|
Tips Skripsi Program Studi Sistem Informasi |
|
No comments:
Post a Comment