Prodi Sistem Informasi | Belajar HTML dan PHP | Skripsi SI
Pesantren Katabah
1000 Penghafal Quran
Pengobatan Ruqyah Mandiri
Sistem Informasi (S1)
Manajemen Informatika
Blog | Kontak | Siap Kerja | Sertifikat | PrivacyPolicy | Inggris Arab | Daftar Isi

Saturday, April 6, 2013

Aliran Pendidikan Konvergensi dan Naturalisme


Aliran Pendidikan Konvergensi dan Naturalisme


Terkait dengan aliran pendidikan, sebenarnya kita hanya asing dengan istilahnya saja, karena kejadian di lapangan sudah sering ditemukan baik yang mengarah ke aliran empirisme, aliran nativisme, aliran naturalism, maupun aliran konvergensi.


Sengaja aliran naturalisme dijadikan satu artikel karena aliran ini mendapatkan penentangan, termasuk pada saat ini. Aliran naturalisme berpendapat bahwa pendidikan itu tidak diperlukan. Saya menduga mungkin ada benarnya juga aliran ini, sebagai contoh ada seorang ayah yang tanpa pendidikan yang bagus (hanya lulus SD) di sebuah kampung mampu mempelajari bahasa Inggris dan Arab dengan menggunakan salah satu kolom bahasa di koran/majalah. Tidak cukup belajar bahasa, beliau mampu mendirikan sebuah sekolah Madrasah Aliyah (MA). Sementara itu, banyak mahasiswa yang sudah lulus sarjana tidak bisa kerja, bahkan banyak yang sudah bekerja pun, pekerjaannya tidak sesuai dengan latar belakang jurusannya. Dalam contoh ini pendidikan alam (natural) tampak bisa diterima. Dapat dikatakan bahwa, pendidikan tidak diberikan secara langsung oleh orang dewas (guru), tapi anak mencari sendiri bersama alam, sehingga ketika sekolahpun akan memilih jurusan sesuai keinginannya. Perlu saya tekankan bahwa meskipun aliran naturalism mendapat penolakan, tapi saya yakin penemunya Rousseau (Tirtarahardja & Sulo 2005: 197) punya alasan tersendiri.

Bagaimana dengan aliran konvergensi?
Aliran inilah yang saat ini dianggap lebih tepat. Dapat dikatakan bahwa aliran konvergensi itu mengadopsi ketiga aliran (empirisme, nativisme, dan naturalisme). Menurut William Stern (Tirtarahardja & Sulo 2005: 198) aliran ini berprinsip bahwa pembawaan, lingkungan, dan pendidikan itu sangat penting. Untuk penjelasan masing-masing aliran dapat dicari menggunakan kotak search di blog ini.

Apakah aliran ini tidak memunculkan pertanyaan lagi?
Yang namanya pemikiran pasti tidak akan ada titik puncak penyelesaian. Pendapat itu akan terus mengalami tanggapan dari para pakar yang lain dari masa ke masa. Terkait aliran konvergensi juga demikian. Dalam aliran ini, para praktisi mungkin akan bertanya manakah yang paling dominan, bakat atau lingkungan? Jawabannya tidak ada yang pasti, karena masing-masing anak ada yang sukses karena bakatnya yang hebat, ada juga yang sukses karena lingkungannya yang bagus. Salah satu yang bisa dilakukan sebagai penyempurnaan ikhtiar adalah berusaha mendidik anak agar memiliki lingkungan yang bagusm juga barangkali saja bisa mendukung bakat yang sudah dimilikinya sejak lahir.

Apakah aliran pendidikan itu cukup yang tiga tadi (empirisme, nativisme, dan naturalisme)? Tidak, ada pembahasan lain, seperti aliran apa yang tumbuh di Indonesia. hanD � d n � �Ϧ membaca!

Babakan Cikalama, 2 Juni 2012
Komarudin Tasdik


BAB I: WARISAN NABI

(halaman 18)
“Pernahkah Nabi Muhammad itu miskin? Pernah, tapi hanya sebentar. Yang sesungguhnya, ia lebih lama kaya daripada miskin.”
Lama atau sebentar itu tidak bisa dijadikan pijakan untuk diteladani. Seandainya nabi Muhammad kaya sebelum jadi Nabi, maka yang lebih layak diteladani adalah masa ketika beliau sudah jadi Nabi. Adapun kemiskinan yang dialami Nabi karena digunakan membantu fakir miskin, saya setuju. Yang tidak setuju adalah mengharuskan umat jadi kaya dengan alasan Nabi juga kaya. Mengapa tidak setuju? Karena seandainya kaya itu keharusan, maka nabi tidak akan menjadi miskin membantu fakir miskin, tapi beliau akan tetap kaya dan memberikan solusi dan strategi zitu kepada umatnya untuk bersama-sama kaya.

“Hanya saja, ia sederhana. Makanya ia memiliki makanan, pakaian, dan alas tidur yang alakadarnya.”
Kesederhanaan yang beliau tunjukkan mengisyaratkan kita harus menghargai orang-orang miskin. Jadi, tetap saja orang miskin di dunia ini tidak bisa semua berubah menjadi kaya. Pendek kata, tidak ada keharusan untuk kaya, yang ada paling juga anjuran untuk kaya. Keharusan berarti kalau tidak dilakukan akan menimbulkan dosa, apabila anjuran tidaklah dosa bagi yang tidak melakukannya, walaupun kalau hitung-hitungan masuk kategori pas-pasan.

“Adakah sahabat Nabi yang tidak kaya? Di antara empat sahabat terdekat Nabi, ternyata hanya Ali bin Abu Thalib yang tidak kaya.”
Ini membuktikan bahwa kaya itu bukan keharusan, kaya itu bukan kewajiban. Sayyidina Ali saja sudah mencontohkan tidak kaya, padahal beliau seorang yang cerdas. Seandainya manusia harus kaya, maka sudah selayaknya keempat sahabat tersebut semuanya kaya.

“Di antara sepuluh sahabat Nabi yang dijamin masuk surga, ternyata hampir semuanya orang kaya.”
Di sini juga terlihat pada ungkapan “hampir semuanya kaya”. Makna hampir berarti tidak semua kaya dong. Dengan demikian, ada kemungkinan  sahabat Nabi yang miskin, tapi tetap dijamin masuk surga.

***

(halaman 19)
“Bagaimana dengan istri kesayangan Nabi, Siti Khadijah? Ternyata ia lebih kaya daripada Nabi.”
Nah, ini membuktikan keteladanan Nabi sendiri. Seandainya kaya itu keharusan, masa iya Nabi kalah kaya oleh isterinya yang notabene pastinya Nabi lebih mulia dibandingkan Siti Khadijah. Dengan kata lain, Nabih lebih sangat layak menjadi teladan daripada isterinya. Apalagi kalau mengingat isteri Nabi yang lainnya yang tidak termasuk orang kaya harta.

“Kalau memang Anda mencintai Nabi dan para sahabat, maka jangan kecewakan mereka. Teladani mereka. Pastikan Anda kaya!”
Ini yang kurang sependapat. Kalau melihat ungkapan di atas, maka seolah-olah kita harus kaya. Padahal sudah diungkap sebelumnya bahwa tidak semua sahabat Nabi itu kaya. Bahkan saya jadi nyeleneh nih, kalau hanya manusia kaya yang dikategorikan meneladani sahabat Nabi, kita lupa berarti orang kaya tersebut tidak meneladani sahabat Nabi yang miskin.

“Kalau ada seorang muslim yang membiarkan dirinya miskin, berarti dia telah membangkang dan mengkhianati teladan-teladannya! Bukankah teladan-teladannya kaya? Bukankah teladan-teladannya menyuruhnya untuk kaya?”
Saya juga mengajukan pertanyaan: Bukankah tidak semua teladan-teladan kaya? Kalau semua kaya berarti syurga itu diperuntukkan bagi yang kaya harta saja. Bukankah teladan-teladannya tidak memberikan perintah jelas dan khusus untuk menjadi kaya? Kalau ada yang dengan jelas dan tegas memerintah kaya mungkin bisa berungkap seperti ini: “Kamu semua harus menjadi orang kaya!” Dalam buku ini saya belum menemukannya.

Dalam kutipan di atas tertulis “membiarkan dirinya miskin”, saya setuju karena membiarkan miskin itu berarti tidak mau berusaha. Akan tetapi tulisan tersebut tidak mengharuskan manusia kaya, kan? Apabila sahabat penulis benar-benar ingin mengharuskan kaya, maka gantilah ungkapan di atas dengan “Kalau ada seorang muslim yang miskin, berarti dia telah membangkang dan mengkhianati teladan-teladannya! Nah, kalau diganti begini jelas bahwa kita harus kaya, dan saya tidak setuju dengan ungkapan pengganti ini.

***

Babakan Cikalama, 2 Juni 2012
Komarudin Tasdik

"Boleh Konsultasi Masuk Jurusan Sistem Informasi via IG atau Tiktok."
Tips Skripsi Program Studi Sistem Informasi

No comments:

Post a Comment