Tidak diduga, semangat para penulis
untuk berkontribusi mewujudkan program “Indonesia Menulis” bersama Kitaabah
ternyata sudah mulai antusias. Ini membuat saya terenyuh sambil hati berkata: “Ternyata
Indonesia ini masih punya masa depan ya…!”
Saya semakin memantapkan diri untuk
berpikir bagaimana mengembangkan Kitaabah ini agar menjadi milik umat atau
milik bersama, seperti pesantren, mesjid, perpustakaan, dan lain-lain.
Saya yakin Kitaabah tidak akan hidup
tanpa artikel para penulisnya, sehingga tidak mungkin keuntungan Kitaabah hanya
dinikmati oleh saya sendiri. Hal ini terjadi pada sebuah mesjid. Ketika mesjid
tersebut punya keberhasilan cemerlang dalam mendidik santri-santrinya, maka
tidak serta merta pendiri mesjid menepuk dada sambil berkata: “Ini nih saya
pendiri mesjid ini, mesjid ini milik saya, dan kesuksesan mesjid ini semuanya
karena saya.” Tidak begitu bukan?
Begitu juga dengan Kitaabah,
walaupun dirintis oleh saya, tapi saya bukan apa-apanya. Tidak mungkin terwujud
program “Indonesia Menulis” kalau Kitaabah hanya diisi dengan artikel saya.
Bahkan suatu saat nanti saya
bermimpi: “para penulis, para pembaca, para hacker, para pebisnis online, dan
semua pihak yang tertarik bisa bersinergi bersama-sama untuk Indonesia, bukan
untuk Kitaabah.” Blog ini hanya salah satu media, sementara jangkauan luasnya
adalah Indonesia, kalau mungkin dunia. Ini bukan mimpi di siang bolong, kalau
bangsa Indonesia mau berkarya sejak dini.
Saya merindukan suasana kegemilangan
Islam di saat membangun perpustakaan terbesar dunia yang menggalakan
penerjemahan besar-besaran ke dalam bahasa Arab di masa Abbasiyah.
Saya merindukan di saat Jepang
sebagai negara kecil dan penduduknya cenderung banyak yang belum paham bahasa
Inggris, tapi negeri ini maju karena ada keseriusan penerjemahan referensi ke
dalam bahasa Jepang.
Tanpa melihat kekejian bangsa Barat
yang membakar perpustakaan di Baghdad, saya tetap melihat kenapa bangsa Barat
bisa maju pesat? Ternyata mereka punya perhatian sangat besar terhadap dunia
tulis-menulis, salah satu buktinya banyak buku-buku yang ditulis oleh para
ilmuwam Muslim diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Perancis, bahkan Jerman.
Kalau melihat ketiga contoh di atas,
kenapa Indonesia tidak melakukan hal serupa? Membuat bahasa Indonesia eksis
dengan mendorong para penulis untuk berkarya dengan jujur, bukan plagiat karena
mengejar storan, bukan pula plagiat karena mengejar pangkat profesi dosen. Kita
menulis untuk anak cucu kita yang akan datang. Kita menulis untuk menyelamatkan
dunia sebagai amanah Tuhan.
Tetap semangat sahabat-sahabatku. Mari
ramaikan Kitaabah seperti halnya kita meramaikan mesjid, pesantren, lembaga
pendidikan, perpustakaan, dan tempat pendidikan lainnya. Tegurlah admin
Kitaabah, kalau hanya menguntungkan dirinya sendiri. :)
"Boleh Konsultasi Masuk Jurusan Sistem Informasi via IG atau Tiktok."
|
Tips Skripsi Program Studi Sistem Informasi |
|
Aamiin...
ReplyDelete