Mungkin ada
beberapa orang yang sempat bertanya-tanya ketika salah satu blog saya menerima
artikel tanpa seleksi ketat. Mungkinkah karena blog saya baru? Mungkinkah
karena ilmu saya tidak mumpuni memilih artikel yang berkualitas? Atau ada apa
dengan blog yang menampung tulisan tanpa seleksi ketat seperti layaknya
dilakukan oleh para penerbit handal?
Jawabannya:
Karena blog
saya masih baru? Bisa jadi, tapi bukan alasan utama.
Karena saya
belum tahu artikel yang berkualitas? Boleh jadi, tapi bukan alasan utama juga.
Lalu apa
alasannya…?
Saya
berpendapat bangsa Indonesia masih harus banyak belajar dari dasar, tanpa
bermaksud merendahkan kualitas SDM Indonesia. Banyak sekali anak-anak Indonesia
yang belum mampu menulis artikel yang berkualitas, namun orangtuanya (baca:
pemerintah dan kampus) sudah menerapkan standar kualitas artikel yang tinggi.
Kalau standar publikasinya tinggi, lalu bagaimana nasib siswa/mahasiswa yang
masih baru melangkah? Haruskah mereka merangkak dalam kegelapan malam dunia
tulis-menulis?
Salah satu
bukti konkritnya adalah masih banyak anak-anak SD atau SMP yang sangat tidak
memahami pelajarannya, padahal mereka sudah hidup di era modern seperti ini.
Masa hitungan perkalian sampai 10 saja masih kesulitan? Itu menimpa anak yang
kecerdasan ngajinya cukup bagus juga tuh.
Bahkan saya
kadang-kadang sering berkeinginan mengetahui seberapa banyak orang Indonesia
yang mampu menulis dengan baik itu? Termasuk para mahasiswa, guru dan dosen?
Namun dari
jawaban dari selintir orang ternyata mereka belum mampu menulis dengan baik,
seperti halnya yang saya alami. Bahkan ada juga yang kesulitan membuat satu
paragraf pun walau seperti yang ada dalam blog ini. Kenapa? Karena mereka tidak
berani, mereka tidak menulis karena takut salah. Alhasil jangankan tulisan
layak terbit media masa terkemuka, dalam blog pribadi pun tidak ada. Bahkan
tulisan dalam buku di rumahpun tiada. Sungguh memilukan, bukan?
Dengan
memperhatikan jawaban di ataslah saya masih berpendapat bahwa Indonesia masih
harus memulai dunia tulis-menulis dari awal. Lalu, apakah tidak khawatir
tatanan kualitas dunia tulis-menulis dengan hadirnya tulisan amburadul dan
sering keluar dari format panduan tulisan ilmiah atau non-ilmiah?
Sekarang
saya sedang merenung dan mencari referensi, yang paling penting itu pesan
sebuah tulisan atau format tulisannya sih???
Saya
teringat kata-kata: “Kalau sudah jadi penulis terkenal, tulisan biasa-biasa
saja bisa dimuat.” Ayoo jadi di mana pertimbangan kualitasnya? Bukankah inti
dari sebuah tulisan itu adalah pesan yang ada di dalamnya, bukan hanya format
semata?
Kalau dalam
dunia lisan, ketika seorang tokoh terkenal berkata: “Kita wujudkan Indonesia
menulis!” Mungkin pernyataan ini bisa jadi kutipan dalam sebuah surat kabar
nasional. Namun apabila yang bicaranya seorang penggembala kambing, bahkan
seorang mahasiswa sekalipun, jangankan surat kabar nasional, teman-teman
sekelasnya pun belum tentu meresponnya. Bukankah ini sudah bentuk penyimpangan
dari inti sebuah pesan?
Jadi, yang
lebih penting itu isi pesan sebuah artikel atau format artikelnya ya…? Yang
penting lebih penting itu, ide seorang mahasiswa atau jaket almamaternya ya….?
Sampai saat
ini saya masih mengedepankan isi pesan itu lebih penting walaupun disampaikan
oleh orang yang tidak jelas gelarnya yang bicara terbata-bata sambil duduk di
samping saya ketika satu bis. Saya masih lebih menyukai ide mahasiswa yang
datang hanya mengenakan kaus dan sandal jepit, daripada mahasiswa pakai jaket almamater
yang penuh keangkuhan.
Bagaimana
dengan anda?
"Boleh Konsultasi Masuk Jurusan Sistem Informasi via IG atau Tiktok."
|
Tips Skripsi Program Studi Sistem Informasi |
|
langkah yang bijaksana. ya setuju kang, ide lebih penting dari format/bentuk. kualitas kemasan kan bisa diperbaiki sambil berjalan. Apalagi jika sang penulis mau belajar dengan giat memperbaiki cara menulisnya. jadi repikir membuat ebook gratis, belajar menulis tanpa hambatan.
ReplyDeleteSetuju juga dengan pendapat "ide lebih penting dari format/bentuk." Semoga para akademi khususnya, mau mendengarkan ide-ide orang rendahan untuk dibahas dalam bahasa Intelek mereka.
DeleteKarena karya ilmiah itu kan untuk solusi masyarakat. Buat apa karya ilmiahnya keren-keren, kalau hanya keren di atas sertifikat, sementara masyarakat tidak mendapatkan solusi dari karya tersebut. :)
wah mantap tuh kang jika karya ilmiahnya menjadi solusi di masyarakat. saya dukung karya seperti itu
ReplyDelete