Prodi Sistem Informasi | Belajar HTML dan PHP | Skripsi SI
1000 Penghafal Quran
Pengobatan Ruqyah Mandiri
Sistem Informasi (S1)
Manajemen Informatika
Komputer dan Pendidikan
Blog | Kontak | Siap Kerja | Sertifikat | PrivacyPolicy | Inggris Arab | Daftar Isi

Monday, October 14, 2013

Kenapa Masih Harus Menghargai Artikel Yang Tidak Berkualitas?


Mungkin ada beberapa orang yang sempat bertanya-tanya ketika salah satu blog saya menerima artikel tanpa seleksi ketat. Mungkinkah karena blog saya baru? Mungkinkah karena ilmu saya tidak mumpuni memilih artikel yang berkualitas? Atau ada apa dengan blog yang menampung tulisan tanpa seleksi ketat seperti layaknya dilakukan oleh para penerbit handal?


Jawabannya:
Karena blog saya masih baru? Bisa jadi, tapi bukan alasan utama.
Karena saya belum tahu artikel yang berkualitas? Boleh jadi, tapi bukan alasan utama juga.
Lalu apa alasannya…?

Saya berpendapat bangsa Indonesia masih harus banyak belajar dari dasar, tanpa bermaksud merendahkan kualitas SDM Indonesia. Banyak sekali anak-anak Indonesia yang belum mampu menulis artikel yang berkualitas, namun orangtuanya (baca: pemerintah dan kampus) sudah menerapkan standar kualitas artikel yang tinggi. Kalau standar publikasinya tinggi, lalu bagaimana nasib siswa/mahasiswa yang masih baru melangkah? Haruskah mereka merangkak dalam kegelapan malam dunia tulis-menulis?

Salah satu bukti konkritnya adalah masih banyak anak-anak SD atau SMP yang sangat tidak memahami pelajarannya, padahal mereka sudah hidup di era modern seperti ini. Masa hitungan perkalian sampai 10 saja masih kesulitan? Itu menimpa anak yang kecerdasan ngajinya cukup bagus juga tuh.

Bahkan saya kadang-kadang sering berkeinginan mengetahui seberapa banyak orang Indonesia yang mampu menulis dengan baik itu? Termasuk para mahasiswa, guru dan dosen?

Namun dari jawaban dari selintir orang ternyata mereka belum mampu menulis dengan baik, seperti halnya yang saya alami. Bahkan ada juga yang kesulitan membuat satu paragraf pun walau seperti yang ada dalam blog ini. Kenapa? Karena mereka tidak berani, mereka tidak menulis karena takut salah. Alhasil jangankan tulisan layak terbit media masa terkemuka, dalam blog pribadi pun tidak ada. Bahkan tulisan dalam buku di rumahpun tiada. Sungguh memilukan, bukan?

Dengan memperhatikan jawaban di ataslah saya masih berpendapat bahwa Indonesia masih harus memulai dunia tulis-menulis dari awal. Lalu, apakah tidak khawatir tatanan kualitas dunia tulis-menulis dengan hadirnya tulisan amburadul dan sering keluar dari format panduan tulisan ilmiah atau non-ilmiah?

Sekarang saya sedang merenung dan mencari referensi, yang paling penting itu pesan sebuah tulisan atau format tulisannya sih???

Saya teringat kata-kata: “Kalau sudah jadi penulis terkenal, tulisan biasa-biasa saja bisa dimuat.” Ayoo jadi di mana pertimbangan kualitasnya? Bukankah inti dari sebuah tulisan itu adalah pesan yang ada di dalamnya, bukan hanya format semata?

Kalau dalam dunia lisan, ketika seorang tokoh terkenal berkata: “Kita wujudkan Indonesia menulis!” Mungkin pernyataan ini bisa jadi kutipan dalam sebuah surat kabar nasional. Namun apabila yang bicaranya seorang penggembala kambing, bahkan seorang mahasiswa sekalipun, jangankan surat kabar nasional, teman-teman sekelasnya pun belum tentu meresponnya. Bukankah ini sudah bentuk penyimpangan dari inti sebuah pesan?

Jadi, yang lebih penting itu isi pesan sebuah artikel atau format artikelnya ya…? Yang penting lebih penting itu, ide seorang mahasiswa atau jaket almamaternya ya….?

Sampai saat ini saya masih mengedepankan isi pesan itu lebih penting walaupun disampaikan oleh orang yang tidak jelas gelarnya yang bicara terbata-bata sambil duduk di samping saya ketika satu bis. Saya masih lebih menyukai ide mahasiswa yang datang hanya mengenakan kaus dan sandal jepit, daripada mahasiswa pakai jaket almamater yang penuh keangkuhan.

Bagaimana dengan anda?
"Boleh Konsultasi Masuk Jurusan Sistem Informasi via IG atau Tiktok."
Tips Skripsi Program Studi Sistem Informasi

3 comments:

  1. langkah yang bijaksana. ya setuju kang, ide lebih penting dari format/bentuk. kualitas kemasan kan bisa diperbaiki sambil berjalan. Apalagi jika sang penulis mau belajar dengan giat memperbaiki cara menulisnya. jadi repikir membuat ebook gratis, belajar menulis tanpa hambatan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Setuju juga dengan pendapat "ide lebih penting dari format/bentuk." Semoga para akademi khususnya, mau mendengarkan ide-ide orang rendahan untuk dibahas dalam bahasa Intelek mereka.

      Karena karya ilmiah itu kan untuk solusi masyarakat. Buat apa karya ilmiahnya keren-keren, kalau hanya keren di atas sertifikat, sementara masyarakat tidak mendapatkan solusi dari karya tersebut. :)

      Delete
  2. wah mantap tuh kang jika karya ilmiahnya menjadi solusi di masyarakat. saya dukung karya seperti itu

    ReplyDelete