Prodi Sistem Informasi | Belajar HTML dan PHP | Skripsi SI
Pesantren Katabah
1000 Penghafal Quran
Pengobatan Ruqyah Mandiri
Sistem Informasi (S1)
Manajemen Informatika
Blog | Kontak | Siap Kerja | Sertifikat | PrivacyPolicy | Inggris Arab | Daftar Isi

Saturday, November 23, 2013

Beberapa Website Jurnalisme Warga Berbahasa Inggris Nangis


Setelah banyak bermain di Kitaabah, baru sempat lagi bermain ke beberapa website jurnalisme warga (mirip Kitaabah) yang berbahasa Inggris. Sebagian website tersebut pernah menjadi tempat menulis saya.


Ini beberapa nasib website tersebut:
1. Ada yang hanya menampilkan halaman depan tanpa link dan artikel apapun
Di website ini pernah mendapatkan informasi dari seorang penulisnya bahwa beliau pernah mendapatkan $60 (sekitar Rp 600.000) selama 6 bulan. Penulis tersebut bukan dari Top Contributors, bukan pula Top Earners.

Dollar dari website di atas dikenal cukup asyik (baca: lumayan besar). Seleksi artikel pun sangat ketat dan prosesnya cukup lama untuk memperoleh keputusan apakah artikel kita dipublikasikan atau ditolak?

Kini, website tersebut tinggal halaman depan tanpa artikel apapun, dan sudah memutuskan tidak membayar lagi penulisnya. Eh satu lagi, sumber pendapatan website ini adalah Google Adsense.

Ada permohonan bahwa artikel yang sudah dipublikasikan agar dijadikan amal saja buat website tersebut. Sebelumnya, saya sedikit menduga website tersebut berbuat curang (artikel sudah banyak, pendapatan ingin dikantongi sendiri). Namun setelah melihat suatu sore, website tersebut hanya menampilkan halaman depan saja, saya jadi bertanya-tanya: Apakah website tersebut bangkrut atau sedang perbaikan?

2. Ada yang tampilannya jadi amburadul
Ini terjadi pada website yang desainnya menjadi pujian para penulis. Pemiliknya orang Amerika. Pendapatan utamanya dari iklan Google Adsense. Selain desainnya keren, minimal payoutnya juga hanya $0.1.

Meskipun minimal payoutnya sangat kecil, namun banyak penulis yang bertanya-tanya tentang adanya keanehan dalam penghitungan pendapatan. Misalnya, dari $8 pada laporan harian, ternyata ketika siap pembayaran di akhir bulan berubah menjadi $2 (sekitar Rp20.000). Ini boleh jadi kelicikan pemilik website, boleh jadi juga kelemahan sistemnya (Sebaiknya berbaik sangka saja ya…!).

Salah satu yang keren di website ini adalah membolehkan para penulis melakukan republish/repost artikel bagi penulisnya, asalkan bukan artikel orang lain. Namun hal ini menurut para pecinta SEO akan mengakibatkan duplicate content, yang mana Google tidak menyukainya. Dikirain ada pengecualian karena pemiliknya orang Amerika?!?

Ada sedikit dugaan saya bahwa Google Adsense tidak cocok untuk website jurnalisme warga karena rawan click fraud. Namun dugaan ini tampak kurang tepat karena ketika memperhatikan Kompasiana yang notabene jenisnya jurnalisme warga, namun tidak membayar penulis/blogger-nya, saya masih melihat iklan Google Adsense terpajang di sana.

Lalu, ada apa dengan website multi authors yang iklannya Google Adsense suka mengalami bangkrut? Bahkan sebuah website yang sudah cukup lama memberikan pesan ketika saya daftar pertama kali bahwa website-nya mengalami kebangkrutan, terkait website-nya bermasalah di mata search engine Google. Ini juga diduga karena sudah membolehkan republish/repost artikel.

3. Ada lagi website yang update artikel per harinya sedikit
Salahnya ketika saya aktif dulu tidak sempat menghitung judul artikel yang muncul di halaman depan per harinya. Suatu sore, saya mencoba menghitungnya. Alhasil, ada 8 artikel yang dipublikasikan tanggal 14 Nopember 2013, dan 2 artikel yang dipublikasikan pada tanggal 15 Nopember 2013.

Kalau jumlah di atas benar-benar segitu, saya hampir tidak percaya karena sebuah website multi authors dan berbahasa Inggris, kemungkinan jumlah penulisnya lebih banyak. Memang ada masalah yang pernah saya baca antara lain bayarannya yang sangat kecil. Namun demikian, ada penulis yang mengklaim punya lebih dari 1.000 artikel di sana dan sudah berkali-kali mendapatkan bayaran.

Sebagai catatan kecil, website ini tidak menayangkan iklan dari Google Adsense, tapi dari partner Google Adsense yang berjenis CPM, bukan PPC yang biasa diterapkan Google Adsense.

4. Website besarpun ikut-ikutan kurang update
Saya juga berkunjung ke sebuah website yang sangat terkenal. Website ini pernah diterjang badai Google yang berimbas pada semakin ketatnya seleksi artikel. Iklan pun disponsori Google Adsense.

Pada halaman depan website ini hanya menampilkan recent post (artikel terbaru) sekitar satu bulan yang lalu. Sayangnya lagi, saya belum memperhatikan ketika beberapa bulan lalu ketika saya masih aktif, apakah memang demikian (tidak suka update recent post) atau memang sudah ditinggalkan para penulisnya?

Namun beberapa bulan yang lalu, saya pernah membaca beberapa tulisan dari para penulisnya yang menggambarkan pesan optimistis karena sudah mendapatkan jutaan rupiah per bulan.

Melihat keempat website di atas, saya cukup mengerutkan dahi. Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah saat ini benar-benar jamannya niche blog (blog dengan tema sangat spesifik)? Kalau ini benar-benar terjadi, maka saya berpendapat blogging (menulis di blog) itu tidak akan seru lagi karena setiap penulis menyembunyikan blognya sebab takut click fraud yang berujung kehilangan pendapatan dari Google Adsense.

Saya tidak berhenti di empat website di atas. Perjalanan pun berlanjut ke website jurnalisme warga lainnya. Website kunjungan terakhir ini cukup dua buah saja. Keduanya tidak menggunakan Google Adsense sebagai iklannya.

Kalau tidak salah lihat, keduanya menayangkan iklan berjenis CPM (Cost per Mile). Kedua website tersebut masih update banyak artikel. Namun saya tidak menghitungnya karena tampaknya masih ramai. Di salah satu website tersebut, seorang penulispun mempublikasikan hampir 10 artikel tanpa diselang artikel dari penulis lain. Wah ini cukup keren…!

Pendek kata, saya mempunyai dugaan bahwa blog jurnalisme warga atau multi authors tampaknya lebih cocok menggunakan iklan berjenis CPM. Jadi, semakin banyak pengunjung, pendapatan sebuah blog akan semakin besar, walaupun pengunjung tidak mengklik iklan kita.

Namun demikian, klik pengunjung tampaknya tetap penting karena ada dugaan meskipun iklan CPM, tapi kalau jumlah kliknya banyak maka iklan yang tayang pun akan semakin keren yang berpengaruh terhadap semakin besarnya pendapatan.

Selain hal di atas, saya menduga sekarang para pengiklan sudah berorientasi website yang fokus di suatu negara. Dengan fokus di satu negara, iklan bisa lebih fokus, bahkan untuk iklan yang berjenis CPA (click per action – dibayar apabila ada pengunjung mengklik iklan, kemudian melakukan pembelian) akan lebih mungkin terjadi. Misal, iklan penjualan komputer berasal dari perusahaan di Indonesia, maka pengunjung dari Indonesia akan lebih besar kemungkinan melakukan pembelian daripada pengunjung dari Amerika.

Satu lagi, tentang deteksi iklan berorientasi konten juga mungkin berpengaruh. Meskipun banyak penyedia iklan mengklaim mampu menayangkan iklan berdasarkan negara asal pengunjung dan sesuai konten/artikel blog, namun yang saya alami sebuah penyedia iklan tampak kesulitan walaupun hanya menargetkan pengunjung dari Indonesia saja. Bagaimana dengan target multi negara, mungkin penyedia iklan akan semakin kerepotan, kecuali pemilik website atau blog tidak mengajukan pemblokiran iklan apapun. Dengan kata lain, iklan apapun diterima saja oleh pemilik website-nya.

Dugaan terakhir ini mungkin tidak terlalu tepat karena beberapa penyedia iklan dari luar negeri mampu menampilkan iklan bertarget pengunjung Indonesia saja. Contohnya iklan Google Adsense dan Madadsmedia. Tapi saya tidak tahu apakah pemilik website-nya pernah mengajukan pemblokiran beberapa iklan atau memesan iklan tertentu saja kepada Google dan Madadsmedia? Bahkan perlu dicari tahu juga: setelah berapa lama iklan tersebut bisa sesuai negara asal pengunjung?

Kesimpulannya saya masih ingin bersenang-senang dengan blog jurnalisme warga dengan terus membangun komunikasi yang baik bersama pengiklan agar iklan yang tayang sesuai dengan kultur bangsa Indonesia. Kitaabah.com pun tetap jadi teman setia J
"Boleh Konsultasi Masuk Jurusan Sistem Informasi via IG atau Tiktok."
Tips Skripsi Program Studi Sistem Informasi

No comments:

Post a Comment