Prodi Sistem Informasi | Belajar HTML dan PHP | Skripsi SI
Pesantren Katabah
1000 Penghafal Quran
Pengobatan Ruqyah Mandiri
Sistem Informasi (S1)
Manajemen Informatika
Blog | Kontak | Siap Kerja | Sertifikat | PrivacyPolicy | Inggris Arab | Daftar Isi

Friday, November 22, 2013

Kompasiana Juga Pernah ‘Ditertawakan’


Di saat saya membutuhkan motivasi untuk terus mengembangkan Kitaabah, kebetulan saya menemukan artikel di Kompasiana tentang perjalanan Kang Pepih sebagai pendiri Kompasiana dan sekaligus adminnya.


Artikel tersebut merupakan resensi dari buku tentang perjalanan Kompasiana sejak berdiri sampai saat ini yang memiliki nama besar sebagai media jurnalisme warga di Indonesia.

Ternyata Kompasiana juga pernah disepelekan. Bahkan Kang Pepih berkali-kali diminta untuk menutup Kompasiana karena dianggap tidak ada gunanya. Usul penutupan tersebut bukan muncul dari pihak luar, tapi muncul dari tim redaksi Kompas sendiri sebagai media utama tempat bernaung Kompasiana.

Di awal-awal berdiri, yang aktif blogging di Kompasiana hanya Kang Pepih, sehingga ada orang yang mengatakan bukan Kompasiana, tapi Pepihsiana dan satu lagi sebutannya yang saya lupa (kalau enggak salah, Pepih Kompasiana atau Kompasiana Pepih), karena tulisannya didominasi oleh tulisan Kang Pepih.

Sebagian orang menganggap Kompasiana tidak akan ada peminatnya karena pada saat itu sudah ada platform blog gratis, sehingga banyak orang bisa membuat blog sendiri.

Namun saat ini, fakta sudah berkata bahwa Kompasiana sudah menjadi blog jurnalisme sangat besar di tanah air. Kompasiana seringkali disaingkan dengan Blogdetik, seperti halnya Kompas yang dianggap saingan utama Detikcom. Sebagaimana diketahui bahwa Detikcom merupakan payung utama Blogdetik.

Modal kesuksesan dari Kang Pepih adalah Kompasiana itu harus berbeda dari blog lain. Salah satunya adalah Kompasiana tampil sebagai blog ‘keroyokan’ yang mempublikasikan artikel dari banyak penulis tanpa editor.

Setelah membaca cerita singkat kesuksesan Kompasiana di atas, saya jadi teringat Kitaabah. Setidaknya, blog Kitaabah ini mencontoh Kompasiana, Blogdetik, Wikipedia dan beberapa blog luar negeri yang membayar penulisnya.

Kalau keunikan (perbedaan) merupakan faktor penting, maka Kitaabah tampil sebagai blog paid to write (dibayar untuk menulis), sedangkan Kompasiana tidak. Adapun dengan Blogdetik, para penulis Kitaabah tidak perlu memikirkan pemasangan iklan, sedangkan di Blogdetik, para penulis harus memasang iklan masing-masing.

Kenapa dikaitkan dengan Wikipedia? Memang dari segi komersialisasi, Kitaabah sudah berbeda dengan Wikipedia yang tampil sebagai website ilmiah tanpa iklan, dan hidupnya mengandalkan donasi. Kemiripannya adalah Kitaabah akan diarahkan untuk menampung artikel tentang materi kuliah, mata pelajaran, dan referensi lain, walaupun masih menerima artikel bebas.

Kok berani-beraninya Kitaabah mengklaim akan membayar penulisnya? Sebenarnya tidak perlu keberanian untuk menyatakan Kitaabah sebagai blog Paid to Write karena yang membayar para penulis itu bukan pemilik Kitaabah, tapi pengiklan.

Jadi, besar kecilnya pendapatan para penulis tergantung banyak dan kualitas artikelnya masing-masing yang mana akan berpengaruh pada besar kecilnya bayaran dari pengiklan. Dengan kata lain, Kitaabah hanya memediasi antara para penulis dan pihak pengiklan. Tidak ada janji-janji akan mendapatkan uang banyak, karena semuanya tergantung kerja keras para penulis dan ketertarikan para pemasang iklan. Gitu aja kok repot J

Sekali lagi, kesuksesan para penulis Kitaabah itu tidak banyak dipengaruhi oleh admin Kitaabah, tapi sangat dipengaruhi oleh kualitas masing-masing penulis.

Itulah yang bisa dipaparkan dalam postingan ini, setelah merenungkan sekilas tentang Kompasiana. Semoga Kitaabah dapat belajar banyak dari Kompasiana.
"Boleh Konsultasi Masuk Jurusan Sistem Informasi via IG atau Tiktok."
Tips Skripsi Program Studi Sistem Informasi

No comments:

Post a Comment