Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(2005), wakaf adalah benda bergerak atau tidak bergerak yang disediakan untuk
kepentingan umum (Islam) sebagai pemberian yang ikhlas.
Sebenarnya, saya melihat wakaf itu
hampir sama dengan sedekah. Kita mengenal sedekah sebagai kegiatan memberikan
sesuatu (seperti uang seribu, makanan sepotong singkong, dll) kepada orang lain
yang membutuhkan, terutama fakir miskin.
Ada apa dengan wakaf?
Saya sering mendengar informasi
adanya pengelolaan wakaf untuk pengelolaan aset-aset suatu pesantren. Wakaf itu
bahkan ada yang dikumpulkan ketika pengajian, seridlonya dan seikhlasnya.
Jadi, kalau satu orang berwakaf Rp
10.000, dikali yang memberikan wakaf sebanyak 10 orang, maka jumlah uang yang terkumpul
Rp100.000. Nah, uang Rp100.000 inilah yang digunakan untuk mengelola pesantren.
Lalu apa hubungannya Kitaabah dengan
wakaf?
Sengaja saya menyebutnya menulis
dengan gaya wakaf, karena kalau saya katakan menulis sebagai wakaf mungkin akan
menimbulkan kontroversi, seperti apa bisa wakaf dengan tulisan?
Nah, dengan istilah menulis dengan
gaya wakaf semoga para pembaca tidak melihatnya dari segi kontroversi tapi
langsung ke esensinya.
Jadi, kalau kita biasanya wakaf
dengan uang atau benda, maka apa salahnya kalau kita ‘berwakaf’ (menulis dengan
gaya/semangat wakaf) dengan tulisan/artikel. Orang lain ada yang berwakaf
Rp50.000 untuk pembelian Quran Braille (Kitab suci umat Islam untuk kaum
tunanetra), kenapa kita tidak ‘berwakaf’ dengan artikel.
Seandainya Anda menghargai sendiri
artikel 150-299 kata Rp1.000 per artikel, maka Anda cukup mengirimkan artikel
ke Kitaabah 50 buah saja. Ini berarti Anda sudah ‘berwakaf’ Rp50.000 untuk
Kitaabah.
Lalu, bukankah wakaf itu untuk
kepentingan umum, seperti sekolah, sarana ibadah, dan lain-lain?
Benar, memang wakaf itu untuk
kepentingan umum. Lalu dengan Kitaabah? Blog ini walaupun masih sederhana
ditujukan untuk mengumpulkan referensi gratis agar bisa membantu para siswa,
mahasiswa atau orang-orang yang membutuhkan referensi untuk menyelesaikan
tugas/pekerjaannya. Bukankah ini juga kepentingan umum?
Lebih sederhananya, kalau Kitaabah
diistilahkan sebagai perpustakaan kecil online, maka sudah jelas bahwa
perpustakaan itu adalah untuk kepentingan umum, yakni sebagai sarana
pendidikan.
Kalau wakaf kan tidak minta imbalan,
sementara para penulis Kitaabah akan dibayar dari pengiklan?
Di sinilah, saya tidak menggunakan
100% istilah wakaf, tapi gaya/semangat wakaf. Dengan langkah ini, diharapkan
tidak ada yang mempermasalahkan istilah wakafnya, melainkan kita harus semakin
bersemangat untuk menulis seperti halnya kita berwakaf dan bersedekah.
Sekali lagi saya ingatkan, menulis
di Kitaabah itu tidak berhenti sampai wakaf, tapi Anda sudah ikut menciptakan
lowongan pekerjaan. Kalau Anda sudah tidak kuliah lagi atau tidak pernah
kuliah, namun setelah Anda mampu membuat Kitaabah menghasilkan uang dari
pengiklannya, maka para mahasiswa akan ikut bergabung di Kitaabah dan bersiap
ikut menikmati rupiah dari Kitaabah.
Dengan logika pada paragraf di atas,
maka saya tetap bersikukuh bahwa Anda sudah menciptakan lowongan pekerjaan
untuk para mahasiswa, bahkan non-mahasiswa. Dengan kata-kata sederhana saya
lainnya adalah Anda bersama Kitaabah sudah membantu orang lain untuk memperoleh
pendidikan di perguruan tinggi.
Apakah ini terlalu dibesar-besarkan?
Saya pikir tidak karena pendapat saya di atas bukan hanya bisa diterapkan di
Kitaabah, tapi di blog masing-masing seperti Blogspot, Blogdetik, dll. juga
bisa diterapkan selama Anda menerapkan sistemnya mirip Kitaabah. Karena kalau
Anda membuat blog sendiri, isi artikel hanya buatan Anda sendiri, dan
pendapatan hanya untuk Anda sendiri, itu tidak termasuk penciptaan lowongan
pekerjaan untuk orang lain, bukan?
Mari menulis dengan semangat wakaf
atau sedekah! Adapun ketika kita mendapatkan bayaran, maka kita nikmati saja
sebagai berkahnya wakaf atau sedekah dari Allah SWT.
"Boleh Konsultasi Masuk Jurusan Sistem Informasi via IG atau Tiktok."
|
Tips Skripsi Program Studi Sistem Informasi |
|
setuju kang.mari menulis lebih semangat lg. semangat berlatih menulis sampai pada taraf high quality
ReplyDelete