Bahasa dalam
blog – khususnya blog personal – dikenal tidak terlalu formal. Penulis/blogger
bisa cakakak-cikikik, haha-hehe, menggunakan smiley icon atau
sejenisnya. Namun apabila ada keseriusan untuk mengelola blog personal kita,
maka sekali-kali kita harus menulis yang cukup serius.
Blog
Serius dan Non-Serius
Untuk apa
blog berbahasa serius? Untuk membuktikan siapa diri kita ini. Langkah ini dapat
bermanfaat juga untuk pembentukan image pemilik blog apabila blog tersebut
direncanakan untuk menggaet relasi, profesi, bahkan bisnis.
Memang
banyak blogger yang menyarankan untuk memisahkan antara blog bisnis/monetisasi
dan blog personal yang berisi tulisan-tulisan ringan dengan topik gado-gado.
Akan tetapi,
tidak semua blogger mampu mengelola banyak blog. Bahkan saya berpendapat bahwa
mengelola satu blog juga tidak cukup modal 100 atau 200 ribu per bulan, apalagi
harus mengelola lebih dari satu blog.
Solusi
alternatifnya antara lain kita memisahkan topik/label artikel serius dan
non-serius dalam satu blog. Dengan cara ini akan mempermudah para pengunjung
(calon rekan bisnis, calon partner, dll.) mengenal seberapa serius kita. Di
samping itu, tidak semua pengunjung datang ke blog dengan visi-misi serius,
melainkan ada yang ingin blogwalking, silaturahmi, saling sapa, dan sejenisnya,
maka mereka akan membaca artikel kita khusus yang berada pada
topik/label/kategori Non-Serius.
Isi dan
Cara Penulisan Artikel
Branding
atau image kita dalam blog tidak hanya ditentukan dengan jenis artikel serius
dan label serius pula, tapi ditentukan juga dengan isi dan cara penulisan
artikel.
Kalau
berbicara tentang isi artikel memang tidak bisa dikatakan mudah, namun bukan
hal tidak mungkin untuk diraih. Seiring kebiasaan kita dalam meningkatkan
kualitas belajar (minimal membaca dan menulis), maka kualitas artikel pun akan
semakin bagus.
Namun ada
yang relatif lebih mudah, yaitu tata penulisan. Walaupun tata penulisan juga
akan sangat kompleks apabila dikaji secara mendalam, tapi kita mulai yang
sederhana-sederhana saja, seperti menghilangkan salah ketik.
Meskipun
dalam tulisan saya juga masih ditemukan salah ketik, namun saya terus berusaha
untuk menguranginya. Yang saya lakukan biasanya setelah menulis artikel selesai,
saya harus membaca ulang artikel tersebut sebelum dipublikasikan, minimal satu
kali.
Kalau
pengeditan “salah ketik” dilakukan pada saat artikel belum selesai biasanya ide
akan hilang. Apabila pengeditan dilakukan setelah publikasi biasanya terasa
malas apalagi kalau artikel di blog sudah menumpuk.
Jadi,
minimal terhindar dari “salah ketik”, ini sudah menunjukkan keseriusan kita
dalam menulis sebuah artikel. insyaAllah.
Sebagai
tambahan, saya biasanya menghindari singkatan-singkatan ketika SMS-an dan
berkomentar agar ketika membuat artikel tidak terbawa-bawa bahasa SMS dan
komentar yang menggunakan bahasa planet luar bumi. he…he..
"Boleh Konsultasi Masuk Jurusan Sistem Informasi via IG atau Tiktok."
|
Tips Skripsi Program Studi Sistem Informasi |
|
santai aja mas.. he he...
ReplyDeletemantap kang, baiklah, kita perbaiki isi dan cara menulis artikel kita. sejak ganti keyboard kok saya jadi sering salah ketik ya ha ha. sepertinya harus ganti pake logitech
ReplyDelete@Afrid: he..he... juga
ReplyDelete@Dens: Keyboard baru itu masih sayang dipukul-pukul jari he..he.. Perbaikan artikel memang harus dilakukan, tapi harus bertahap pula ya Kang