Fasilitas read more biasanya digunakan untuk membuat headline
berita atau artikel, sehingga yang tampil pertama kali di blog hanya beberapa
baris saja dengan diakhiri tulisan “Read More” atau “Baca Selengkapnya” untuk
melihat atau membaca isi artikel secara keseluruhan.
Para blogger yang kreatif dengan optimasi template biasanya suka sekali
menggunakan read more. Memang cara ini tidak termasuk sulit, cukup menekan
tombol Insert Tag, hasilnya sudah bisa didapatkan. Apakah setiap artikel harus
menggunakan Read More? Pada artikel ini, pertanyaan tersebut dijawab
berdasarkan pengalaman sendiri, bukan dari sebuah teori.
Ketika
melihat sebuah artikel dengan tampilan read more itu cukup rapih, sehingga
tidak memusingkan saya ketika berkunjung ke sebuah blog. Apalagi ketika diklik
fasilitas read more tersebut isinya cukup panjang dan sesuai kebutuhan. Akan
tetapi, ketika mengklik read more ternyata isi keseluruhannya tidak sesuai
dengan headline, maka seringkali saya merasa kesal, walaupun saya sendiri
merasakan memang menulis itu bukan pekerjaan mudah.
Jadi, mulai
saat ini saya berencana akan menerapkan read more hanya untuk artikel yang
lebih dari 200 kata (lebih dari 1 halaman Microsoft Word). Dengan cara ini,
pengunjung tidak perlu bekerja dua kali (pertama menayangkan headline, kedua
mengklik Read More) untuk membaca artikel secara keseluruhan. Satu lagi yang
perlu dipertimbangkan, kadang-kadang saya menerapkan read more ke alamat blog
lain. Hal ini kadang-kadang juga membuat malas pengunjung untuk mengklik read
more, kalau setelah satu atau dua kali mengkliknya ternyata blog yang diacu
tidak memberikan artikel yang dibutuhkan.
Perlu
diingat bahwa kalau hanya satu kali mengklik read more itu relatif tidak masalah,
tapi kalau dalam satu halaman ada lebih dari 5 read more, kemudian
masing-masing panjang artikel hanya 200 kata, rasanya itu hanya menambah
pekerjaan pengunjung saja. Hal ini saya perhatikan di beberapa website bahasa
Inggris yang bekerja sama dengan TRIOND (penyedia layanan paid to write),
ternyata mereka tidak menggunakan read more untuk semua artikel buatan saya,
yang rata-rata panjangnya 200 kata.
Notes:
Ide di atas
ditulis pada tahun 2012. Untuk sekarang,
saya memasang read more hampir di semua artikel, kecuali artikel yang sangat
pendek. Salah satu alasannya agar blog tidak terlalu tampak sesak.
Namun untuk
melink ke blog lain, sedang berusaha diminimalisir karena khawatir dianggap
link spamming, apalagi sekarang hanya punya satu blog. Namun kadang-kadang,
tapi jarang sekali, saya menaruh link eksternal ke blog bahasa Inggris.
Kini menaruh
fungsi read more sering juga ditemukan di portal online nasional seperti
Detik.com. Hanya satu paragraf, kemudian ada tombol Next. Saya menduga ini
dilakukan untuk:
1. Meningkatkan pengunjung. Setelah membaca
paragraf pertama, pengunjung ada kemungkinan membaca paragraf selanjutnya ya…
2.
Mempersulit copy-paste. Dengan dibagi-baginya
satu artikel menjadi beberapa halaman, maka orang yang meng-copy akan kerepotan
karena harus membuka beberapa halaman hanya untuk satu artikel.
Saya sendiri
masih tidak melakukan gaya Detik.com. Selain artikel saya masih pendek-pendek
dan belum berkualitas seperti milik Detik, saya masih lebih nyaman maksimal
satu halaman untuk satu artikel, kecuali kalau satu artikel terlalu panjang
sehingga mengakibatkan loading berat, mungkin terpaksa akan dilakukan satu
artikel dibagi menjadi beberapa halaman.
Bagaimana
pendapat teman-teman?
"Boleh Konsultasi Masuk Jurusan Sistem Informasi via IG atau Tiktok."
|
Tips Skripsi Program Studi Sistem Informasi |
|
kebetulan blog saya selalu tak pasang read more mas agar postingan di homepage tidak terlalu kepanjangan dan juga bisa lebih ringan kalau di akses.
ReplyDeleteSaya tidak bisa membayangkan seandainya 5 postingan di homepage berisi tutorial (yang berisi gambar-gambar) tidak dikasih read more, pasti bakalan lama banget loading nya hehe :D
Iya, kan artikel Mbak Ririn panjang-panjang. Read more jadi solusi terbaik agar loading blog tidak kayak Bebek, ya Mbak :D
ReplyDelete