Berita kecurangan UN yang biasa dilakukan oleh para
guru dan siswa seperti masa lalu, terasa sepi pada UN 2014 ini. Namun ada hal
yang menggelitik buat saya, yaitu ada pendapat dari para siswa bahwa UN tahun
ini tingkat kesulitannya terlalu tinggi, tidak sesuai SKL.
Mereka mengaku telah belajar maksimal, namun
menilai soal UN itu bertaraf internasional. Bahkan ada siswa yang men-tweet
dengan menyebut Pak Menteri Pendidikan sebagai Menteri UN Internasional.
Wuiiiih….!
Isu ide ‘gila’ ini bukan hanya muncul saat
ini. Jauh puluhan tahun yang lalu, ketika saya masih Sekolah Dasar, ayah saya
pernah marah-marah ke utusan dari kabupaten yang ‘menangani’ bidang pendidikan
karena soal UAS MA (sederajat SMA) tidak sesuai dengan yang diajarkan di
sekolah.
Ayahku (almarhum) meminta kejelasan
kira-kira begini:
1.
Mau buku
mana yang akan digunakan?
2.
Standar
kurikulum mana yang akan diterapkan?
3.
Tolong
dong, kalau membuat soal itu bukan asal jadi, tapi pertimbangkan kondisi siswa
baik di kota maupun di pelosok desa, sehingga mental siswa dari desa tidak
rusak hanya karena tidak bisa mengerjakan UAS!
Sang utusan dinas tersebut: “Enggak ada yang
menjawab dengan jelas (Bahasa Sunda: Uak-iuk).”
Hiks…hiks… Itu baru berhadapan dengan orang
kampung yang jujur, bagaimana kalau menjawab pakar pendidikan yang jujur.
Cerita ayahku di atas hanya saya peroleh
dari kakak karena sejak SD, ayah sudah meninggal. Namun cerita di atas bukan
hanya gossip karena saya sendiri mengalaminya. Walaupun ada beberapa mata pelajaran
yang tidak nyambung antara materi yang disampaikan guru dengan soal UAS (Entah
dibuat oleh rayon, kabupaten, atau pusat tuh).
Yang suka saya amati itu adalah soal bahasa
Arab karena matapelajaran ini bisa dibilang favoritku walaupun tidak mahir.
Alhasil, saya banyak mengalami kesulitan mengerjakannya. Enggak kebayang siswa
yang membenci bahasa Arab, gimana nasibnya tuh. Heu..heu..
Ternyata, dulu sampai sekarang, urusan ujian
di sekolah belum ada perubahan yang signifikan. Orang pusat bermain sendiri
membuat soal, semau gua. Siswa di sekolah serba terbatas, terpaksa harus
melingkari jawaban, mengisi dengan jawaban kabur, atau membiarkannya kosong.
Setelah itu, dengan tanpa merasa bersalah,
sang pemilik kebijakan mengklaim keberhasilan UN ini dan itu, tidak ada
kecurangan ini-itu, jaminan kualitas ini-itu. Omong kosong!
Semoga pengakuan para siswa di twitter
tersebut tidak benar adanya. Tapi kalau benar???
"Boleh Konsultasi Masuk Jurusan Sistem Informasi via IG atau Tiktok."
|
Tips Skripsi Program Studi Sistem Informasi |
|
No comments:
Post a Comment