Perbedaan di sini berdasarkan hasil ngobrol dan memperhatikan
teman yang ngaji di pesantren serta pengalaman saya belajar bahasa Arab dasar di
sekolah dan mushalla (mesjid kecil).
1.
Buku yang menjadi pegangan
utama adalah kitab Jurumiyah dan Sharaf.
Di pesantren, kedua buku tersebut lebih akrab disebut kitab.
Memang kitab itu artinya buku, kan?
Jurumiyah membahas bagaimana membuat kalimat, sedangkan
Sharaf membahas perubahan kata. Kalau dalam bahasa Inggris, Jurumiyah itu mirip
pembahasan tenses, penggunaan kata sambung, dll. Sedangkan Sharaf itu mirip
dengan perubahan kata kerja regular/irregular verb.
Misal:
اَنَا ذَهَبْتُ اِلىَ
الْمَدْرَسَةِ
(Ana dzahabtu ilal madrasti)
Artinya: Saya telah pergi ke sekolah.
Nah, di sana ada tulisan dzahabtu. Dalam bahasa Arab kita
mengenal kata lain yang bentuknya hampir sama tapi berbeda arti, misal dzahabna
(kami telah pergi), dzahaba (dia telah pergi), dll.
Perubahan kata dzahabtu, dzahabna, dzahaba dan sejenisnya itu
biasa dibahas pada ilmu sharaf (dibaca sorof).
Sedangkan Jurumiyah sebagai Ilmu Nahwu berperan untuk:
a.
Pada contoh di atas ada
tulisan “madrasati”. Nah, untuk menentukan apakah madrasati, madrasata, atau madrasatu,
kita membutuhkan ilmu nahwu yang ada dalam kitab Jurumiyah.
b.
Dalam bahasa Arab, kita
bisa membuat kalimat “Saya telah pergi ke sekolah” atau “Telah pergi saya ke
sekolah”. Nah, ini juga dibahas dalam Jurumiyah.
2.
Cara belajarnya dihapal
Jadi, santri harus menghapal semua tulisan Arab yang ada
dalam kitab matan Jurumiyah. Matan itu pokok bahasan, sedangkan penjelasannya
seperti contoh kalimat tidak perlu dihapal, tapi dipahami, kecuali satu atau
dua contoh saja.
Memang sih tebal kedua kitab tersebut tidak terlalu tebal.
Matan Jurumiyah 24 halaman, sedangkan kitab sharaf saya lupa lagi menyimpannya,
tapi sebagai bayangan kitab sharaf bisa sebesar buku saku yang tipis.
Meskipun tipis, jarang santri yang mampu menghapalnya,
walaupun hanya Jurumiyah saja. Saya dengar-dengar, hanya santri yang rajin dan
cukup cerdas saja yang biasa menghapalnya, kecuali di pesantren yang memiliki
perhatian besar terhadap bahasa Arab.
3.
Mencari tahu artinya dengan
cara ngalogat
Ngalogat berarti santri mendengarkan ustadz untuk mengetahui
cara baca Jurumiyah dan artinya baik dalam bahasa daerah ataupun Indonesia.
Namun sebagian pesantren tradisional juga ada yang membolehkan santrinya
menghapal Jurumiyah yang ada sakalnya, bukan Arab gundul atau kitab kuning.
Cara di atas sangat berbeda dengan cara belajar bahasa Arab
di sekolah dan otodidak.
Seperti apa cara belajar bahasa Arab di sekolah?
Saya lanjutkan di artikel “Cara Belajar Bahasa Arab di
Sekolah Berbeda Dengan di Pesantren.” Judul dapat dicari menggunakan kotak
Search pada blog ini.
"Boleh Konsultasi Masuk Jurusan Sistem Informasi via IG atau Tiktok."
|
Tips Skripsi Program Studi Sistem Informasi |
|
No comments:
Post a Comment