Prodi Sistem Informasi | Belajar HTML dan PHP | Skripsi SI
Pesantren Katabah
1000 Penghafal Quran
Pengobatan Ruqyah Mandiri
Sistem Informasi (S1)
Manajemen Informatika
Blog | Kontak | Siap Kerja | Sertifikat | PrivacyPolicy | Inggris Arab | Daftar Isi

Tuesday, May 27, 2014

Apa Perbedaan Belajar Bahasa Arab di Pesantren dan Sekolah?


Perbedaan di sini berdasarkan hasil ngobrol dan memperhatikan teman yang ngaji di pesantren serta pengalaman saya belajar bahasa Arab dasar di sekolah dan mushalla (mesjid kecil).

Belajar Bahasa Arab di Pesantren
1.      Buku yang menjadi pegangan utama adalah kitab Jurumiyah dan Sharaf.
Di pesantren, kedua buku tersebut lebih akrab disebut kitab. Memang kitab itu artinya buku, kan?

Jurumiyah membahas bagaimana membuat kalimat, sedangkan Sharaf membahas perubahan kata. Kalau dalam bahasa Inggris, Jurumiyah itu mirip pembahasan tenses, penggunaan kata sambung, dll. Sedangkan Sharaf itu mirip dengan perubahan kata kerja regular/irregular verb.

Misal:
اَنَا ذَهَبْتُ اِلىَ الْمَدْرَسَةِ
(Ana dzahabtu ilal madrasti)
Artinya: Saya telah pergi ke sekolah.

Nah, di sana ada tulisan dzahabtu. Dalam bahasa Arab kita mengenal kata lain yang bentuknya hampir sama tapi berbeda arti, misal dzahabna (kami telah pergi), dzahaba (dia telah pergi), dll.

Perubahan kata dzahabtu, dzahabna, dzahaba dan sejenisnya itu biasa dibahas pada ilmu sharaf (dibaca sorof).

Sedangkan Jurumiyah sebagai Ilmu Nahwu berperan untuk:
a.       Pada contoh di atas ada tulisan “madrasati”. Nah, untuk menentukan apakah madrasati, madrasata, atau madrasatu, kita membutuhkan ilmu nahwu yang ada dalam kitab Jurumiyah.

b.      Dalam bahasa Arab, kita bisa membuat kalimat “Saya telah pergi ke sekolah” atau “Telah pergi saya ke sekolah”. Nah, ini juga dibahas dalam Jurumiyah.


2.      Cara belajarnya dihapal
Jadi, santri harus menghapal semua tulisan Arab yang ada dalam kitab matan Jurumiyah. Matan itu pokok bahasan, sedangkan penjelasannya seperti contoh kalimat tidak perlu dihapal, tapi dipahami, kecuali satu atau dua contoh saja.


Memang sih tebal kedua kitab tersebut tidak terlalu tebal. Matan Jurumiyah 24 halaman, sedangkan kitab sharaf saya lupa lagi menyimpannya, tapi sebagai bayangan kitab sharaf bisa sebesar buku saku yang tipis.

Meskipun tipis, jarang santri yang mampu menghapalnya, walaupun hanya Jurumiyah saja. Saya dengar-dengar, hanya santri yang rajin dan cukup cerdas saja yang biasa menghapalnya, kecuali di pesantren yang memiliki perhatian besar terhadap bahasa Arab.

3.      Mencari tahu artinya dengan cara ngalogat
Ngalogat berarti santri mendengarkan ustadz untuk mengetahui cara baca Jurumiyah dan artinya baik dalam bahasa daerah ataupun Indonesia. Namun sebagian pesantren tradisional juga ada yang membolehkan santrinya menghapal Jurumiyah yang ada sakalnya, bukan Arab gundul atau kitab kuning.

Cara di atas sangat berbeda dengan cara belajar bahasa Arab di sekolah dan otodidak.

Seperti apa cara belajar bahasa Arab di sekolah?
Saya lanjutkan di artikel “Cara Belajar Bahasa Arab di Sekolah Berbeda Dengan di Pesantren.” Judul dapat dicari menggunakan kotak Search pada blog ini.
"Boleh Konsultasi Masuk Jurusan Sistem Informasi via IG atau Tiktok."
Tips Skripsi Program Studi Sistem Informasi

No comments:

Post a Comment