Tulisan ini lanjutan dari artikel “Apa Perbedaan Belajar
Bahasa Arab di Pesantren dan Sekolah?” Yang dapat dicari menggunakan kotak
search.
Sebagai pengingat, cara belajar bahasa Arab di pesantren yang
saya bahas itu ada tiga, yaitu:
1.
Buku yang menjadi pegangan
utama adalah kitab Jurumiyah dan Sharaf.
2.
Cara belajarnya dihapal
3.
Mencari tahu artinya dengan
cara ngalogat
Bagaimana belajar bahasa Arab di sekolah?
1.
Buku yang digunakan bukan
kitab Jurumiyah dan kitab Sharaf tapi buku ajar yang isinya disusun secara
sistematis, memuat materi Jurumiyah dan Sharaf.
Buku ajar ini mula-mula semua diberi sakal. Semakin tinggi
kelas kita, misal kelas 9 SMP (MTs), sakalnya akan semakin banyak yang hilang.
Masuk ke SMA (MA), sakal sudah banyak yang hilang, alias bahasa Arabnya gundul
seperti kitab kuning. Namun untuk kosakata baru masih diberi sakal.
Ilmu Sharaf juga sudah termuat dalam buku ajar tersebut
seperti kita belajar bahasa Inggris ada cara membuat kalimat, ada juga
pembahasan irregular verbs (kata kerja tidak beraturan).
2.
Cara belajarnya tidak
dihapal
Karena bahasa Inggris hampir semua siswa mempelajarinya, maka
saya sering mencontohkannya seperti dalam belajar bahasa Inggris ya….
Jadi, belajar bahasa Arab di sekolah, paling tidak siswa
diajak untuk memahami arti per kata untuk kemudian memahami per kalimat.
Kemudian, pada materi tata bahasa, siswa akan diajak memahami bagaimana membuat
kalimat dalam bahasa Arab, seperti:
Saya pergi ke sekolah.
Saya makan nasi.
3.
Untuk mencari tahu arti dan
cara baca hampir sama dengan di pesantren (ngalogat)
Di sekolah saya, siswa masih tergantung pada guru sehingga
hampir sama dengan di pesantren. Namun beberapa santri ada yang tidak berani
menggunakan kamus karena takut salah, sedangkan di sekolah siswa tidak
menggunakan kamus mungkin karena tidak punya saja. He…he…
Buktinya, ketika saya membeli kamus bahasa Arab (pesan dari
kota melalui kakak), tidak ada guru yang melarang, bahkan seringkali saya yang
disuruh menerjemahkan. He..he..
Ketika saya ngaji kitab kuning di mushalla, saya biasanya
nakal. Santri menunggu arti dan penjelasan kitab dari ustadz, sedangkan saya
disarankan kakak saya yang kuliah bahasa Arab untuk membaca terjemahannya di
rumah.
Alhasil, cara membaca Jurumiyah agak sering saya lebih lancar
karena sudah diulang-ulang cara bacanya di rumah. He…he… curang…. Enggak
dilarang, kan! Saya juga pernah ngaku di hadapan ustadz bahwa saya sudah
membaca kitab tersebut di rumah melalui terjemahan dan penjelasannya, bahkan
kalau sedang rajin dicari juga penjelasannya di buku ajar sekolah. Ya, tentu
saya lebih lancar kan…
Itu dulu ya ceritanya. Semoga saja bermanfaat! J
"Boleh Konsultasi Masuk Jurusan Sistem Informasi via IG atau Tiktok."
|
Tips Skripsi Program Studi Sistem Informasi |
|
No comments:
Post a Comment