Menurut
kompas.com [1] , ada sekitar 200 permainan tradisional khas Sunda yang terancam
punah. Saya juga kurang tahu mana yang benar-benar dari Sunda, tapi permainan
berikut ini pernah saya mainkan saat masih unyu-unyu dulu sebagai orang Sunda: J
1.
Jajangkungan
Untuk
permainan ini, saya tidak begitu jago. Tapi lumayan….
Permainan
seperti ini sebenarnya ada lagi, tapi tidak tahu namanya. Tongkat kayu atau bambu
ditaruh di telapak tangan atau jari. Semakin lama tongkat tersebut tidak jatuh,
maka semakin bagus.
2.
Gobak Sodor
Permainan
ini biasanya dilakukan saat istirahat di sekolah. Tapi lagi-lagi kurang seru
buat saya karena lawan tidak berani ‘menerkam saya’. Padahal biasanya mereka
bisa ‘menerkam’ betis lawan-lawannya hingga hampir nangis.
Kenapa
ke saya tidak nerkam? Mungkin karena wajah saya dulu imut-imut dan mengundang
belas-kasihan (pikarunyaeun). Wkwkwk
Mungkin
juga karena saya suka mengenakan pakaian yang rapih, jadi mereka khawatir mengotori
seragamku. Maklum ibuku pandai ngajarin anaknya berpakaian walaupun tidak
serapih yang distrika tiap mau dipakai. J
3.
Ngadu Muncang
(Ngadu Kemiri)
Nah,
kalau permainan ini hampir jagonya sesekolah. Saya punya koleksi kemiri lumayan
lebih banyak dibandingkan teman-teman. Seringkali saya mengalahkan kemiri punya
teman-teman. Namun tidak ikut bertanding dengan kakak kelas yang besar-besar
karena suka ada yang ‘nakal’. Nakalnya, kalau kemiri pilih tanding (tak terkalahkan),
biasanya pukulan tangan yang diarahkan sangat keras hingga kemiri dua-duanya
pecah.
Karena
sering gosok-gosok kemiri dengan dalemannya, saku celana sekolah saya ada yang
berubah dari putih jadi agak kehitam-hitaman karena kemiri yang berminyak
tersebut dimasukkan ke saku. J
4.
Maen Kaleci (Main
Kelereng)
Permainan
ini suka dilakukan, tapi rasanya kurang seru. Entah kenapa buat saya?!?
5.
Maen Gayor
Permainan
karet yang terbuat dari karet gelang ini susah sekali dicari gambarnya dari
Google. Entah apa nama yang sering orang lain gunakan. Namun saya berikan
ilustrasi di gambar-gambar berikutnya karena saya seringkali jadi raja yang
memenangkan pertandingannya. He…he…
Bentuk
karetnya seperti gambar di atas, namun tulisan Asuransi Astra itu kosong karena
dilingkari karet gelang yang sudah dianyam seperti di bawah ini:
Gambar
[5a]
Tapi
anyamannya tidak melingkar ya…. Cukup sebagai batang saja antara bandul dan
karet beberapa karet gelang yang tidak dianyam. Seperti ini kira-kira:
Permainannya
seperti ini:
Tumpukan
karet gelang disimpan di antara dua tiang kecil ukuran sekitar satu jengkal.
Kedua
tiang tersebut dihubungkan dengan satu karet gelang
Di
atas satu karet gelang tersebut, ditaruh beberapa karet gelang yang menjadi
sasaran. Banyaknya sesuai kesepakatan para pemain.
Di
bawah ini ilustrasinya:
Kalau
karet gelang yang ada di tengah tersebut jatuh setelah ditembak dengan bandul
karet yang kita tembak dari jauh sekitar 10 langkah, maka karet tersebut jadi milik
penembaknya.
Bahan
mentah karet bandulnya, sama saja seperti ini:
Gambar
[5b]
Gambar
[5c]
Ini
gambaran bandulnya, tapi tanpa uang ya… J
6.
Layang-Layang
Satu
lagi permainan masa kecil yang pernah membuat saya jadi raja. Ha…ha… Yaitu ngapungkeun
langlayangan (main layang-layang). Khusus permainan ini, saya bukan hanya
mampu mengalahkan anak-anak seusia saya yang masih kelas III SD, tapi
seringkali mengalahkan bapak-bapak dari kalangan orang kaya.
Kalau
di perkotaan, layang-layangnya kecil-kecil seperti ini:
Saya
menyebut layang-layang kecil tersebut “langlayangan sepek” dan pemainnya pun
anak-anak sekali. Layang-layang kecil ini tampak dilarang bertanding dengan
layang-layang milik orangtua (meskipun tidak jelas aturan tertulisnya J ), mungkin karena
permainannya kurang seru!!!
Kalau
layang-layang kecil begitu seringnya kan main tarik saja sama lawannya. Tapi
para orangtua di kampungku biasanya bertandingnya (ngadukeunna) sampai layang-layang
besar mereka hampir tidak terlihat menembus awan dan gunung, kebetulan
kampungku banyak gunungnya.
Besar
layang-layangku biasanya seperti ini:
Layang-layang
di atas seukuran satu lembar kertas telur (sakebet). Tapi gambar
layang-layangku enggak kaya anak-anak seperti di atas, melainkan gimana saja
gaya layang-layang para orangtua.
Ngadu
layang-layangnya juga bukan di pinggir jalan, tapi di lapang sepak bola. Khusus
saya biasanya di lahan kosong sekolah yang luasnya hampir melebihi lapangan
sepak bola, kalau berikut kawasan sekolahnya.
Seperti
ini kira-kira:
Nah,
saya kan tahu layang-layang dari ayah tercinta. Beliau suka ngajak main
layang-layang pada saat puasa ramadhan agar saya tidak lapar. Sebenarnya ayah saya
main layangan sebagai refereshing setelah selesai ngajar, beberapa jam main
layangan (setelah dhuhur ya..) Tidak lebih dari Ashar biasanya permainan sudah
selesai karena ayah harus ngurus kolam dan persiapan ngajar ngaji juga.
Lagi
pula, menjelang jam 3 sore angin sudah tidak bisa diandalkan untuk main
layangan dalam jarak jauh. Persiapan benangnya, saya sendiri tidak kurang dari
2 rol. Kalau anak-anak sebaya saya paling banyak setengah rol sih….
Yang
paling mengesankan adalah ketika sudah pertandingan layang-layang enggak ada
yang kalah, padahal benang sudah hampir habis, layang-layang pun sudah timbul-tenggelam
di balik awan. Permainan ini disebut “ngadu langlayangan diulur”. Kalau yang
ketika kena lawan, langsung ditarik sekencang-kencangnya disebut “disepek”.
Nah,
kalau layangan sudah hampir tidak terlihat. Saya dan lawan biasanya sudah ada insting
untuk menarik benang sekencang-kencangnya (didudut/dipulut). Meskipun jarak
kami sangat jauh, kira-kira 5 menit pakai sepeda motor, tapi rupanya insting
sangat tajam untuk berlomba menarik benang masing-masing secara kompak. Siapa
yang lebih cepat, maka kemungkinan ia pemenangnya karena layangan lawan akan
lebih cepat singgah di tangannya (kabandang).
Serunya
apa…..?
Nah,
bapak-bapak orang kaya itu biasanya pakai kincir yang diputar tangan, sehingga
narik benangnya cukup sambil duduk saja. Tapi saya kan tidak punya kincir,
sehingga saya harus lari mengelilingi bangunan sekolah SMP berkali-kali,
padahal seluas lapangan sepak bola. Benang-benang berseliweran (pakuranteng) membentangi
bangunan sekolah bahkan bisa saja turun ke sekolah yang areanya lebih rendah
seperti sawah kan ada yang di atas, ada juga yang dibawahnya. Turunnya pun ada
tangga cuku tinggi.
Nah,
saya ngacir narik/mulut benang agar bisa balapan dengan kecepatan kincir lawan.
Kalau
sudah menang biasanya ada laporan dari teman-teman bahwa lawan saya mengira
layang-layang saya itu milik ayahku, padahal aku anaknya. Hiks…hiks…
Udah
ah, curhatnya terlalu panjang……. Yang ngantuk, tidur dulu ya… J
Sumber:
[1]
oase.kompas.com/read/2012/10/22/14070157/200.Mainan.Tradisional.Sunda.Terancam.Punah
[2]
ide2gue.co.vu/2013/07/7-permainan-tradisional-yang-kurang.html
[3]
uniknya.com/2011/08/5-permainan-tradisional-jawa-barat
[4]
qardhanunik.blogspot.com/2011/05/permainan-yg-sudah-jarang-keliahatan.html
[5]rubberindo.com/gantungan_kunci_karet.htm
[5a]
kreariefitas.blogspot.com/2013/08/jajanan-sd-yang-nggak-bisa-dimakan-tapi.html
[5b]
unic29.com
[5c]
slametography.blogspot.com/2013/10/bola-dari-karet-gelang.html#pages/2
[6]
kaskus.co.id/thread/000000000000000014175501/layang-layang---layangan-aduan-super-grosir---eceran-semarang
[6a]
tribunnews.com/images/editorial/view/2508/layang-layang-anti-pekerja-anak#.U2WY8ai16aQ
[6b]
anak-kolong.deviantart.com/art/bermain-layang-layang-138230858
"Boleh Konsultasi Masuk Jurusan Sistem Informasi via WA, DM IG, Tiktok."
|
Tips Skripsi Program Studi Sistem Informasi |
|
No comments:
Post a Comment