Biasanya
saya menyarankan agar blogger atau yang suka membuat tulisan di Internet pandai
mengontrol diri agar tulisannya tidak merendahkan diri sendiri, atau bahkan
menyesatkan orang lain.
Hal
di atas adalah i'tikad yang sudah selayaknya dimiliki oleh siapapun yang suka
menulis, suka berbicara, dan suka berperilaku di depan publik atau orang lain,
bukan hanya di Internet.
Di
saat kampanye ini saya membaca komentar di media sosial (social media) yang
isinya:
“Dulu
yang ribut itu anggota DPR, sekarang yang ribut itu rakyat.”
“Banyak
orang-orang yang sok tahu dan so pintar berkomentar.”
“Mereka
(blogger atau pecinta media sosial) tampil seperti serba bisa, berperan sebagai
wartawan, ahli kecantikan, ahli pemasaran, ahli Internet, dll.”
Nah,
pernyataan—pernyataan seperti di atas bisa positif ketika digunakan untuk
memperbaiki kualitas artikel/tulisan para blogger. Positif juga jika digunakan
untuk para pembaca agar tidak mudah percaya.
Akan
tetapi, komentar di atas bisa negatif bagi para blogger karena mereka ada
kemungkinan tidak berani lagi nulis, mereka takut salah, mereka takut dikatakan
sok pintar.
Mungkin
kita tahu juga dalam dunia nyata kata-kata ini:
“Ngapain
debat, kayak orang cerdas saja.”
“Jangan
sok ngomong bahasa Inggris lah, kalau makan masih dengan ikan teri dan terasi!”
Saya
tidak setuju dengan kedua perkataan di atas karena akan membuat masyarakat
malas untuk berpikir, dan tidak berani berbicara yang bermanfaat. Masa debat
dan ngomong bahasa Inggris dikritik, tapi ngomong gossip/fitnah yang enggak
jelas manfaatnya dibiarkan.
Biarkah
saja masyarakat ini berdebat, ngomong bahasa Inggris, menulis di blog, di
Facebook, Twitter, dll. Itu semua tempat untuk melatih diri kita agar lebih
cerdas dan kratif.
Tugas
selanjutnya adalah kita harus menghindari debat yang menyulut perkelahian,
ngomong bahasa Inggris yang meremehkan orang lain, fanatik pada salah satu
tokoh seperti Capres, dan mengharuskan orang lain menyetujui komentarnya.
Terakhir,
tugas penting bagi pembaca adalah kita harus tahu sumber bacaan mana yang layak
dibaca?
Untuk
blog,
Lihat
profilnya. Kalau tampak professional, baru dipercayai. Kalau sifatnya blog
personal, itu tidak bisa dipercayai begitu saja meskipun seorang pakar. Blog personal
itu mirip catatan harian. Masa kita mau menjadikan diary orang lain sebagai
pijakan hidup kita.
Blog
ini juga personal, maka saya tidak memaksakan pembaca mempercayai semua tulisan
saya, bahkan termasuk saudara sendiri.
Untuk
portal berita,
Salah
kita sih mempercayai berita dari media sosial yang tidak jelas profesionalitas
penulisnya, dari blog-blog berita yang tidak jelas kualitasnya. Portal berita
sekelas kompas.com, detik.com, okezone.com, dan vivanews.com kadang-kadang
dikritik karena isi artikel tidak objektif, apalagi blog berita yang dikelola
secara personal yang isinya hanya mengutip dari portal berita lain.
Blog
berita yang dikelola secara personal itu berfungsi sebagai penyeimbang media
mainstream agar masyarakat tidak tertipu ketika sebuah media sudah tidak netral
lagi.
Misal,
masyarakat bisa tahu TV One dan Metro TV tidak netral karena dominan dengan
iklan ‘jagoan’ masing-masing. Pemikiran ini bisa berawal dari media sosial atau
blog, kemudian diangkat menjadi pembicaraan para ahli. Jadi, yang dipercayai
itu bukan pendapat blogger, melainkan pendapat para ahli.
Mari
kita menjadi pembaca yang cerdas dan biarkan para blogger dan pengguna media sosial
berekspresi lebih banyak lagi! J
"Boleh Konsultasi Masuk Jurusan Sistem Informasi via IG atau Tiktok."
|
Tips Skripsi Program Studi Sistem Informasi |
|
No comments:
Post a Comment