Satu hal yang saya setuju dengan kenaikan BBM: “Subsidi tidak
tepat sasaran dan akan dialihkan ke sektor produktif.”
Yang sedang saya nanti: “Pemerintah harus jelas, berapa
penghematan yang diperoleh dari pencabutan subsidi BBM dan berapa persen saja
alokasi untuk sektor produktif tersebut?” Ini penting agar tidak terjadi
penyalahgunaan realokasi anggaran.
Fakta menarik di lapangan menunjukkan banyaknya mental
masyarakat yang kurang tepat. Ternyata ada masyarakat yang masih rakus!!!
Sebelum kenaikan BBM diumumkan, banyak orang yang ngantri di
SPBU. Sebelumnya, saya kira mereka yang ngantri hanya kalangan bawah (miskin).
Ternyata ada isu, mobil-mobil pribadi ikut ngantri juga.
Motor milik orang yang berkecukupan pun ikut ngantri.
Terus, ada SPBU tutup sebelum pengumuman kenaikan BBM
dilakukan. Gosipnya, agar bisa jualan dengan harga baru di keesokan harinya.
Kalau pedagang langsung menaikan harga produknya ini memang
sudah lumrah terjadi, meskipun kurang ajar juga sih. Mereka membeli dengan
harga lama (murah), tapi ingin menjual dengan harga baru (jauh lebih mahal).
Kapan ya Indonesia punya mental kaya?
Saat naik BBM, enggak ngantri kali…. Kita siapkan membelinya
dengan harga baru. Kenapa sih?
Saat harga produk naik, tapi kita masih membelinya dengan
harga lama. Kenapa kita tidak menjual dengan harga lama saja ya…?
Kalau kita mampu membeli sepeda motor lebih dari Rp 10 juta.
Masa iya tidak mampu membeli harga BBM seharga Rp 8.500 per liter, padahal
rokok dan kopi menghabiskan lebih dari Rp 10.000 per hari. Ah, mental sihhhhh….!!!
Ingin untung sendiri….!
"Boleh Konsultasi Masuk Jurusan Sistem Informasi via IG atau Tiktok."
|
Tips Skripsi Program Studi Sistem Informasi |
|
wah iya bener banget, mungkin rakyat belum siap kalau harga bbm tanpa subsidi ya mas ;)
ReplyDelete