Hari Ahad kemarin, saya nonton Agus Mulyadi di TV One. Bagi yang
belum tahu, Agus Mulyadi menjadi terkenal melalui kepiawaiannya menggunakan
Photoshop.
Agus pandai sekali mengedit foto, sehingga seringkali ia
tampak bersandingan dengan selebritis cantik, padahal itu hanya di foto lho…
Kasihan Mas Agus ini banyak ngareeeep, tapi karyanya Keren!!! J
Ternyata anak muda nyentrik ini bukan orang sembarangan yang
hanya mancla-mencle karena ia juga telah menulis 2 buah buku dan juga sudah
menjadi blogger yang berpengalaman memenangkan berbagai kontes (Ini sumbernya: agusmulyadi.web.id).
Namun seorang pakar mengatakan bahwa karya-karya foto editan Agus
bisa saja melanggar hak cipta, apalagi sudah bisa diuangkan. Nah, lho macan hak
cipta mulai mengaum…..
Tapi pakar lain mengatakan bahwa kira-kira isinya begini: “Lebih
baik kita fokus ke karyanya, bukan sembarangan menuduh orang lain melanggar hak
cipta. Kalau enggak mau fotonya diambil orang, ya sudah jangan dipajang di
Internet…..!”
Saya setuju dengan pakar yang kedua. Seringkali kita ini
bringas untuk menjaga harta milik kita, tapi suka sekali ‘mencuri’ milik orang
lain.
Buktinya ini:
Kita bisa menulis artikel, membuat lukisan, mengedit foto dan
karya lain. PASTI terinspirasi dari orang lain. Sayangnya, kita jarang
menuliskan siapa inspirator kita. Tapi dengan lantang mengatakan: “Ini hasil
karya original saya!!!” Ini sang pendusta tulen. He..he..
Keangkuhan kita sebagai penulis terlihat juga di sampul buku
tentang pelarangan hak cipta dan sering dicontoh oleh para blogger. Seperti ini
isinya:
“Dilarang mengutip sebagian dan atau seluruhnya isi buku ini
tanpa izin tertulis dari penerbit.”
Kutipan di atas diambil dari sebuah Kamus Mandarin. Saya jadi
bingung karena Kamus itu pasti sangat sering dikutip. Masa iya harus selalu
lapor ke penerbit hanya untuk mengutip satu kata, misalnya ingin mengutip Kanji
untuk kata ‘buku’. Bisa enggak selesai-selesai pekerjaan saya kalau selalu
harus lapor penerbit?!?
Mungkin ada yang berdalih: “Kutipan di atas diterapkan untuk
kutipan panjang (misal: satu kalimat), kalau satu atau dua kata boleh, apalagi
kamus!”
Untung-untung para penegak hukum Indonesia menggunakan dalih
di atas. Namun saya sangat khawatir kita bisa dijerat dengan hukum-hukum yang
dipahami dengan makna harfiah. Silahkan perhatikan: Ada nenek pencuri kayu bisa
dipenjara karena memang salah menurut aturan hukum tafsir harfiah!!!
Kenapa kita tidak membuat kalimat yang isinya seperti ini
saja:
“Pengutipan diwajibkan mencantumkan sumber aslinya.”
Panjang-pendeknya suatu ‘pengutipan’ diatur oleh suatu
panduan karya tulis, sehingga penerbit atau penulis tidak perlu bukunya takut kecurian.
He..he..
Jadi, saya lebih menyarankan:
1. Bagi para penulis yang tulisannya tidak mau dikutip,
jangan sesekali mempublikasikannya di ruang publik, baik online maupun offline
2. Bagi para pemilik foto juga begitu, Anda dilarang
mempublikasikan foto di ruang publik, termasuk di Facebook yang memberikan
akses ke publik. Simpan saja di buku album foto.
Yang tidak boleh itu, foto orang lain diklaim milik kita…..
Semoga Mas Agus bisa berjalan lancar dengan karyanya….
Related Posts:
"Boleh Konsultasi Masuk Jurusan Sistem Informasi via IG atau Tiktok."
|
Tips Skripsi Program Studi Sistem Informasi |
|
No comments:
Post a Comment