Kalau diingat-ingat sejak dulu, Muslim Indonesia – khususnya
yang pernah terdengar suaranya oleh saya, mereka sangat ketakutan kalau ada
Kristenisasi dan Radikalisasi.
Kalau waspada Kristenisasi sudah menjadi makanan langganan.
Tapi radikalisasi sedang mencuat setelah munculnya aksi-aksi terorisme yang
mengatas-namakan Islam.
Namun saya kadang-kadang suka bertanya: “Kenapa kita (sebagai
Muslim) harus terlalu alergi dengan isu Kristenisasi dan Radikalisasi sehingga
tumbuh kebencian yang membabi-buta?”
Bahkan ada seorang teman yang mengaku dulunya pernah menjadi
seorang misionaris Kristen. Ia juga mengatakan bahwa “Kristenisasi memang
sangat berbahaya!”
Salah satu yang sangat dikhawatirkan dari Kristenisasi adalah
adanya pembelian aqidah dengan mie instan, uang atau materi lain. Sehingga yang
sangat rawan adalah orang-orang Islam yang miskin dan tak memiliki dasar agama
Islam yang bagus.
Namun saya sendiri berbeda pendapat (entah karena saya belum
diajak masuk Kristen atau apa) bahwa pembelian aqidah Islam dengan mie instan
itu syah-syah saja kalau memang dibolehkan oleh ajaran Kristen.
Jadi, Kristenisasi dengan mie instan itu sama sekali tidak ada masalah dengan Islam,
melainkan masalahnya dengan ajaran Kristen. Dengan Kristenisasi mie instan
tidak akan merusak image Islam, kecuali kalau dibidik dari segi menelantarkan
kemiskinan.
Kalau kita takut dianggap Muslim yang tidak bertanggung jawab
karena membiarkan Muslim lain hidup dalam kemiskinan, ini harus dipikirkan
bukan hanya karena ada Kristenisasi, tapi memang kita harus selalu membantu
orang miskin, apapun agamanya dan kapanpun waktunya. Kita sih seringkali ngaku
Muslim, tapi hidup berpoya-poya dan melupakan orang miskin. Kita makan di
restoran, orang miskin???
Begitu juga dengan radikalisme. Belum lama ini sekitar 22
situs Islam yang diduga menyebarkan paham radikalisme diblokir. Sayangnya,
sampai saat ini saya belum mendengar atau membaca “Benarkah ada penyebaran
radikalisme?” Kok enggak ada jawaban langsung dari instansi terkait ya?
Memang beberapa situs dari 22 situs tersebut yang saya baca
ada keberpihakan kepada pihak yang dikatakan jelek menurut media mainstream. Namun
sayang tidak dijelaskan oleh pemerintah sendiri, benarkah situs tersebut
radikal?
Saya pikir pemblokiran situs-situs tersebut mungkin terjadi
karena orang-orang Indonesia belum terbiasa untuk berdiskusi tentang hal-hal
yang sangat berbeda, terutama tentang agama.
Kita terlalu ingin adem ayem saja dalam berpikir agama.
Makanya, ketika ada yang berbeda dengan kita, langsung berontak! Resah! Takut
sesat! Ini bahaya karena media mainstream juga belum tentu benar adanya. Kita
ingat pada saat Pilpres kemarin? Beberapa media televisi nasional melakukan
kesalahan penayangan quick count-nya. Tidakkah kita perlu media penyeimbang?
Nah, dengan demikian, saya lebih setuju kalau melawan
radikalisme dan kristenisasi itu dengan karya positif dari kita, bukan langsung
benci begitu saja. Satu contoh lagi, betapa hebatnya kebencian yang ditujukan
kepada Syi’ah. Apakah benar Syi’ah itu sebegitu terkutuknya? Ahmadiyah juga?
Reaksi sebagian Muslim sudah dari awal “benci!!!!” “Marah!!!” “Merasa
dilecehkan!”
Kenapa tidak mengedepankan karya nyata kita tentang bantahan
dan hasil debat bersama mereka (yang dianggap sesat dan radikal oleh kita).
Saya terpesona membaca salah satu artikel online yang
mengatakan bahwa “Situs-situs yang diduga radikal kemarin itu kecil-kecil, jauh
lebih kecil dari NU dan Muhammadiyah. Namun situs-situs kecil tersebut dikelola
dengan baik.”
Mungkin kita juga ingat dengan partai politik PKS? Kenapa
partai ini hampir saja menenggelamkan popularitas partai yang diusung oleh NU
dan Muhammadiyah? Jawabannya PKS itu lebih terorganisir.
Sekali lagi, kenapa kita tidak berusaha dialog maksimal ya….?
Kenapa kita tidak membuat artikel-artikel tandingan di Internet ya….? Kenapa?
"Boleh Konsultasi Masuk Jurusan Sistem Informasi via IG atau Tiktok."
|
Tips Skripsi Program Studi Sistem Informasi |
|
karena pada belum ngopi di pagi hari kang komar hehe,
ReplyDeletesaya juga bingung kang komar, kenapa banyak muslim di negeri ini yang pandai baca al qur'an terlalu sibuk dengan urusan memilah mana kapir mana sesat, negeri ini terlalu bising dengan kata - kata sesat dan kapir, beda pendapat sedikit, golok yang berbicara
bukankah lebih enak kedengarannya jika muslim di negeri ini bahu - membahu bersama non muslim memajukan negeri ini baik dalam hal teknologi, kesehatan atau apapun, ketimbang sibuk mencari - cari ayat pembenaran agar mereka terlihat lebih berhak men cap orang lain kapir dan sesat, seakan mereka lebih berhak dari tuhannya sendiri,
kenyataannya, muslim yang gemar menilai orang kapir itu, menggunakan, menikmati dan mencari penghidupan dengan produk - produk hasil karya orang yang mereka kapirkan tersebut, bukankah ini lucu dan membingungkan.
apakah mereka tidak sadar toa mesjid itu buatan siapa?
lho kok jadi curhat, hehe