Kalau saya sendirian yang melawan MOS atau Pengenalan Kampus
‘Gila’ (perpeloncoan) tidak banyak berpengaruh. Tapi kalau seorang Menteri
Pendidikan yang melarang MOS ‘Gila’, semoga pengaruhnya sangat besar.
Saya teringat masa mahasiswa dulu, hampir setiap hari harus
berdebat dengan kakak kelas (senior) karena saya tidak membawa yang ditugaskan
mereka. Alasannya adalah bawaannya aneh-aneh, seperti:
1. Nasi Golkar artinya Nasi Kuning
2. Anak ikan hiu artinya ikan mas
3. Warna kaos kaki kanan dan kiri harus berbeda
4. dll.
Saya dengan tegas menolak perintah membawa makanan seperti di
atas. Jadi, setiap hari saya hanya membawa nasi putih (nasi bungkus dengan lauk
seadanya) dan air putih agar tidak kehausan dan tidak kelaparan selama di
kampus seharian.
Saking ngototnya penolakan saya, kakak senior bosan juga.
Akhirnya, saya dibiarkan saja tidak masuk barisan mahasiswa yang lain, tapi
tidak dimarahi. Bagi saya, enggak masalah. Hi..hi..
Kadang-kadang sekarang juga, saya tawarkan kepada tetangga
yang punya anak sedang mengikuti MOS atau Pengenalan Kampus: “Jangan menuruti
perintah aneh-aneh kakak kelasnya. Kalau dipermasalahkan oleh sekolah, saya
siap bantu!”
Sayangnya, jarang sekali orangtua yang berani menerima
tawaran saya. Katanya: “Takut” atau “Anaknya tidak berani”.
Semoga tahun ini menjadi awal perubahan MOS menjadi lebih
positif dan mendidik.
Jangan lupa, MOS gila atau perpeloncoan itu tidak hanya
membawa makanan atau pakaian yang aneh-aneh, seperti tas dari karung goni, dikalungi
bekas botol air mineral, warna kaos kaki kanan dan kiri berbeda. Akan tetapi,
tugas yang tanpa pertimbangan matang juga bisa termasuk perpeloncoan tuh
(menurut saya).
Misal:
Menyuruh pakaian dengan mode tertentu, misal kebaya atau
batik.
Ingat, tidak semua siswa/mahasiswa memiliki kebaya atau
batik. Padahal waktu yang diberikan hanya semalam. Hari ini ditugaskan,
besoknya kebaya atau batik harus sudah dipakai. Menurut saya, ini juga ‘gila’!
Mungkin ada yang membela: “Kreatif dong, kalau enggak mampu
beli, pinjam tetangga dong…!”
Pembelaan di atas saya nilai sebagai tindakan tidak mendidik.
Bukankah generasi kita ini ingin dididik sebagai produsen, bukan konsumen;
menjadi orang yang mampu meminjamkan, bukan mengemis untuk meminjam baju tetangga?
Ingat nih!
Bahkan saya dulu menolak sanksi senior karena saya mengenakan
celana yang warnanya agak berbeda dengan warna celana seragam SMA karena saya
pinjam dari tetangga yang kerja di pabrik. Hi..hi..
Saya debat tuh senior “Masa hanya beda sedikit warna celana,
saya harus pulang dulu ke kampung yang membutuhkan waktu hampir sehari karena
tidak ada angkutan? Lebih baik kita belajar berdebat saja, daripada menuruti
tugas-tugas yang enggak jelas tujuannya.” Sang senior enggak bisa ngomong lagi.
Hiks..hiks..
Intinya, kita harus berpikir dulu sebelum menuruti perintah
MOS yang enggak jelas. Kalau kita sebagai pengelola sekolah atau kampus,
beranikan saja untuk mengusulkannya kepada kepala sekolah atau rektor agar
dibubarkan. Saya sendiri sudah pernah melakukannya dan berhasil. MOS ‘gila’
dibubarkan kepala sekolah atas usulan saya. Aman-aman saja tuh…!
Yuk, tolak MOS perpeloncoan alias yang enggak jelas! Bahkan
tugas guru yang hanya merepotkan orangtua juga bisa kita tolak! Saatnya guru
atau dosen juga menerima nasihat dari kita (sebagai siswa/mahasiswa atau
orangtua).
Merdeka…! Ha..ha..
"Boleh Konsultasi Masuk Jurusan Sistem Informasi via IG atau Tiktok."
|
Tips Skripsi Program Studi Sistem Informasi |
|
No comments:
Post a Comment