Hello Katabah!
Salah satu keberhasilan dalam belajar bahasa adalah ditempa
dari rumah. Jika bahasa di rumahnya halus, maka bahasa yang akan digunakan
seorang anak akan halus. Jika bahasa yang digunakannya di rumah terpelajar,
maka sang anak akan bergaul di masyarakat dan sekolah dengan bermodalkan sikap
terpelajar pula.
Bahkan tak sedikit, ketika orangtuanya menjadi dokter,
anak-anaknya ikut menjadi dokter; ayahnya menjadi guru, maka anak-anaknya
menjadi guru pula. Sang ibu pintar dan lembut, anak-anaknya juga ikut
meneladani ibunya. Ini sering terjadi.
Begitu juga ketika ingin membuat anak mampu menggunakan
Inggris, Arab, Jepang, atau Mandarin, jika dimulai dari keluarga, kemungkinan
hasilnya akan jauh lebih bagus.
Akan tetapi, ada yang tidak boleh dilupakan: “Jagalah
anak-anak kita agar menjaga sikap ketika menggunakan salah satu dari empat
bahasa asing tersebut! Jangan biarkan anak kita menggunakannya dengan
keangkuhan.”
Kita menggunakan bahasa asing itu bukan untuk meremehkan
orang lain, tapi kita memang membutuhkannya. Bukan untuk menghina orang lain,
tapi justru untuk membantu orang lain.
Saya termasuk yang merasa risih (tidak enak) ketika seorang
anak yang sudah banyak gaul (terutama di kota), ia menjawab sapaan dari
tetangga dengan bahasa yang tidak biasa digunakan oleh tetangganya.
Misal: tetangga biasa menggunakan bahasa Sunda, anak tersebut
menjawab bahasa Sunda dicampur Indonesia. Tetangga tidak berpendidikan,
mahasiswa menggunakan istilah-istilah kampus. Memang apa untungnya kita
dianggap hebat bicara oleh orang lain? Untung kalau dianggap hebat, bagaimana
kalau dianggap sombong?
"Boleh Konsultasi Masuk Jurusan Sistem Informasi via IG atau Tiktok."
|
Tips Skripsi Program Studi Sistem Informasi |
|
No comments:
Post a Comment