Hello Katabah!
Kalau belajar menerapkan
tata bahasa Arab pada ayat-ayat al-Qur`an rasanya akan lebih menarik karena ada
orang yang bilang bahwa kajian tata bahasa Arab itu terlahir setelah para pakar
bahasa menganalisis Quran.
Padahal kalau sekilas,
saya menduga tata bahasa terlahir lebih dahulu seperti halnya kajian tata
bahasa Indonesia yang lama kelamaan menghasilkan skripsi. Hi..hi..
Saya langsung coba saja
pada Q.S. al-Fatihah ayat 1:
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
(Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih,
Maha Penyayang)
Sekarang, saya belajar
mencari tahu alasan tentang sakal (harokat) akhir di setiap kata.
1. Kenapa dibaca “bi” (بِـ)?
Karena dari kamus bahasa
Arabnya begitu.
2. Kenapa dibaca “bismi”
(بِسْمِ)?
Tulisan “bismi” ini
terdiri atas dua kata, yaitu: bi (بِـ) dan ismun (اِسْمٌ). Kata “bi” disebut
huruf Jar, artinya “dengan”. Sedangkan “ismun” disebut “isim” (kata benda),
artinya “nama”.
Lalu, mengapa dari
“ismun” berubah menjadi “smin”? Karena apabila kata benda didahului dengan
huruf jar, maka harus dibaca jar. Salah satu ciri jar adalah kasrah.
3. Kenapa dibaca “lahi”
(اللهِ)?
Padahal lafadh الله awalnya dibaca “Allahu” (اللهُ)?
Teks “smillahi” berasal
dari dua kata “ismun” (اِسْمٌ) dan “Allahu” (اللهُ). Ketika digabungkan,
maka menjadi “ismullahi” (اِسْمُ اللهِ). Dalam tata bahasa Arab, ini disebut
dengan istilah idhafah. Kata “ismun” disebut mudhaf, sedangkan “Allahu” disebut
mudhaf ilaih.
Sampai tahap 3 ini, saya
sudah sedikit tahu alasan dibaca “bismillahi”.
4. Kenapa dibaca
“rahmani” (الرَّحْمَنِ)?
Kata “rahmani” berasal
dari kata “ar-rahmanu” (الرَّحْمَنُ), artinya Pengasih. Kata “Pengasih” di
sini bukan kata benda (pelaku), tapi “sifat” karena “Pengasih” merupakan salah
satu sifat dari Allah SWT, seperti kata: ramah, sopan, baik, dll.
Jadi, apabila kata
“Allah” dan “ar-rahmanu” digabungkan, maka menjadi: “Allahu rahmanu” (اللهُ الرَّحْمَنُ).
Ini disebut Na’at-Man’ut. Kata “Allahu” disebut Man’ut, sedangkan “ar-rahmanu”
disebut “na’at” (kata sifat).
Kita ingat aturan bahwa
harokat akhir dari na’at dan man’ut itu harus sama. Jika, Man’ut kasrah, maka
Na’at juga harus kasrah.
Adapun dibaca “rahmani”
karena kata “Allahu” sebelumnya sudah berubah menjadi “Allahi”.
Alasan nomor 4 ini
berlaku juga pada kata “rahimi” (الرَّحِيْمِ). Dibaca “mi” karena didahului kata
“Allahi”. Ini juga disebut Na’at-Man’ut.
Nah, itu menurut
pendapat dan pengetahuanku yang terbatas ini. Apabila ada pendapat lain,
silahkan…!
"Boleh Konsultasi Masuk Jurusan Sistem Informasi via IG atau Tiktok."
|
Tips Skripsi Program Studi Sistem Informasi |
|
No comments:
Post a Comment