Hello Katabah!
Setelah belajar tata
bahasa Arab melalui Q.S. al-Fatihah ayat 1, saya ingin belajar lagi pada ayat
2. Ini hasilnya:
الْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَلَمِيْنَ
(Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh
alam)
Kalau melihat dari kata
“alhamdu” (الْحَمْدُ),
saya melihatnya tidak ada keterkaitan tata bahasa dengan ayat 1.
1. Kenapa dibaca
“alhamdu” (الْحَمْدُ),
bukan “alhamdun” (الْحَمْدٌ)?
Karena “alhamdu”
termasuk isim (kata benda) dan apabila sebuah isim diawali huruf alif lam (ال),
maka harokat akhirnya tidak boleh tanwin.
Secara harfiah, tidak
ditemukan makna ‘segala puji’, tapi hanya ada “puji” saja. Bahasa Arabnya
“segala” adalah “kullu” (كُلُّ).
2. Kenapa dibaca
“lillahi” (لِلهِ),
bukan “lillahu”?
Teks “lillahi” berasal
dari dua kata, yaitu: “li” (artinya: milik) dan “Allahu” (Artinya: Allah).
Kata “li” (لِ)
disebut huruf jar. Sedangkan kata “lahi” berasal dari kata “Allahu” yang mana
disebut “isim”.
Jika isim didahului
huruf jar, maka harokat akhirnya harus dibaca jar. Salah satu tanda jar adalah
kasrah. Jadilah “lillahi” (لِلهِ).
3. Kenapa dibaca “rabbi”
(رَبِّ)?
Di sini, saya belum
punya ilmu untuk melihat pengaruh kata “Allahu” terhadap kata “rabbi”. Akan
tetapi, saya melihatnya ada pengaruh dari “li” (milik) terhadap “rabbi” (Tuhan).
Mungkin bisa ditulis begini “lirabbi” (لِرَبِّ), artinya: milik
Tuhan.
Jadi, awalnya “li”
ditambah “rabbun”. Karena kata “li” termasuk huruf jar yang menyebabkan sakal
akhir jar (kasrah), maka jadi “lirabbin”.
4. Lalu, mengapa dibaca
“rabbi”, bukan “rabbin”? Karena kata “rabbin” diikuti oleh kata “al-‘alamin”.
Jadilah “rabbil ‘alamin”. Ini disebut idhafah, yakni “rabbi” berperan sebagai
“mudhaf”, sedangkan “al-‘alamin” berperan sebagai “mudhaf ilaih”.
Aturan idhafah menyatakan
bahwa mudhaf tidak boleh berharokat akhir tanwin.
5. Mengapa dibaca
“al-‘alamin” (الْعَلَمِيْنَ), bukan “al-‘alamuna” (الْعَلَمُوْنَ)?
Kata “al-‘alamin” (الْعَلَمِيْنَ)
dan “al-‘alamuna” (الْعَلَمُوْنَ) memiliki arti yang sama, yakni
“alam-alam”. Dengan demikian, “al-‘alamin” merupakan bentuk jamak, sedangkan
bentuk mufradnya adalah “alamun” (عَالَمٌ).
Alasan tidak menggunakan
“al-‘alamuna” (الْعَلَمُوْنَ), melainkan “al-‘alamina” (الْعَلَمِيْنَ)
karena dipengaruhi kata “rabbi” (رَبِّ). Ini termasuk idhafah, yakni: kata
“rabbi” disebut “mudhaf”, sedangkan “al-‘alamina” disebut “mudhaf ilaih”.
Aturan idhafah
menyatakan bahwa mudhaf ilaih harus jar (kasrah). Karena bentuknya jamak, maka
dari penambahan huruf wawu dan nun berubah menjadi penambahan huruf ya dan nun.
Seandainya, tidak
menggunakan bentuk jamak, maka akan seperti ini:
رَبِّ الْعَلَمِ(huruf ain seharusnya berharokat fathah berdiri)
atau
رَبِّ الْعَالَمِ
"Boleh Konsultasi Masuk Jurusan Sistem Informasi via IG atau Tiktok."
|
Tips Skripsi Program Studi Sistem Informasi |
|
Allah mudhof, Robb mudhof ilaih bagi Allah dan mudhof bagi al-alamin, al-alamin mudhof ilaih
ReplyDelete