Hello Katabah!
Saya pernah mendatangi
seorang tokoh yang terdengar sering diminta doa oleh sebagian warga.
Sebelumnya, kakak saya pergi menemuinya untuk meminta doa agar diterima jadi CPNS
dan ia memberikan doa untuk didzikirkan setelah shalat wajib. Hasilnya, sukses,
kakakku jadi PNS tanpa mengeluarkan sogokan sedikitpun.
Saya ingin menyebutnya
seorang ustadz, tapi tampilannya tidak terlalu “ngustadz” meskipun mengenakan
peci dan sarung. Jadi, saya menyebutnya sebagai seorang tokoh saja ya…!
Suatu hari saya lulus
kuliah D3. Kemudian, ingin menemuinya untuk minta doa agar diterima jadi CPNS
juga. Selembar kertas berisi doa pun diberikan kepada saya.
Namun, namun,
namun…..jreng-jreng-jreng…..! Ternyata ada satu lagi kertas yang dipintal.
Katanya, kertas itu berisi doa dan harus disimpan di tempat saya melakukan
pendaftaran CPNS.
Wuiiiiiiiiiih……! Ada apa
ini? Kakak saya tidak diberi pintalan kertas seperti itu, kenapa saya diberi?
Bagaimana mungkin saya menyimpan kertas itu di halaman BKD?
Selain akan terasa aneh
ketika menyimpan pintalan kertas di halaman BKD, cara doa seperti itu sangat
bertentangan dengan kebiasaan berdoa yang saya lakukan.
Saya berpendapat bahwa
pintalan kertas seperti itu tidak diperlukan, bahkan bisa berbahaya ketika
menyerempet pada kemusyrikan. Saya menyebut kertas tersebut dengan istilah
“isim” alias “ajimat” seperti yang biasa para pembelajar kanuragan (kesaktian)
yang mengandalkan kekuatan ghaib, tanpa memperdulikan musyrik atau tidak.
Saya putuskan, doanya tetap
didzikirkan. Sementara kertasnya, dibuang saja…! Bagaimana hasilnya? Saya gagal
jadi CPNS.
Apakah kegagalan CPNS
saya karena tidak mengubur pintalan kertas doa tadi di halaman BKD? Saya tidak
percaya. Kegagalan ini karena kemampuan saya yang tidak memenuhi kualifikasi
saja.
"Boleh Konsultasi Masuk Jurusan Sistem Informasi via IG atau Tiktok."
|
Tips Skripsi Program Studi Sistem Informasi |
|