Hello Katabah!
Di mata Abah, jaman
sekarang itu orang tua banyak yang salah kaprah dalam menunjukkan kasih sayang
kepada anaknya. Mereka hampir selalu mengantar anak ke sekolahnya. Mereka
hampir selalu membelikan keinginan anaknya walaupun kurang bermanfaat.
Akan tetapi, kebiasaan
buruk tersebut tidak dilakukan oleh seorang guru bahasa Inggris yang puteranya
menjadi salah satu peserta tahfidh Quran di desa Cisewu.
Anaknya asik lomba di
aula kantor desa Cisewu, ayahnya asik di kebun Cengkeh. Hi..hi… Saat sang ayah
pulang, kemudian menjemput puteranya di kantor kepala desa.
“Pa Guru, tadi putra na
wanter sareng pinter. Sababaraha kali nyandak mic kanggo ngawaler pertarosan
juri, padahal peserta nu sanes tos arageung.” Kata warga yang menyaksikan
langsung.
Terjemahannya:
“Pak Guru, tadi putranya
berani dan cerdas. Berkali-kali mengambil mic untuk menjawab pertanyaan dari
juri.”
“He..he..” Tawa kecil itulah
reaksi dari pak guru yang hobi berkebun di waktu senggangnya.
Pendidikan kemandirian
seperti itu memang sudah biasa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sang
anak yang bernama Cendikia Nagara dibiarkan pulang jalan kaki bersama seorang
temannya ketika masih duduk di kursi TK.
Begitu pula sekarang,
Kia – sapaan Cendikia, biasa pulang sekolah dengan berjalan kaki dari SDN
Cisewu 1, sedangkan berangkatnya kadang-kadang diantar ayah sambil berangkat
mengajar di MAN Cisewu.
Semoga ini sedikit jadi
inspirasi dalam mendidik anak. Biarkan anak menjadi mandiri selama ia bisa
melakukannya. Kita harus ingat, orang tua dulu melepas anak untuk berjalan kaki
jauh sekali hanya untuk menuju sekolah SD, apalagi SMP dan SMA.
Baca juga:
"Boleh Konsultasi Masuk Jurusan Sistem Informasi via IG atau Tiktok."
|
Tips Skripsi Program Studi Sistem Informasi |
|
No comments:
Post a Comment