Awal tahun ini, Abah merasakan sendiri manfaat dari berkebun walaupun baru di pekarangan rumah.
Memang yang terberat untuk mulai berkebun adalah mental dan fisik.
Mental harus kuat ketika merasa berkebun itu pekerjaan rendahan yang tidak sehebat kerja kantoran.
Fisik harus cukup kuat karena kadang-kadang harus angkat batu, angkat karung pupuk atau beban agak berat lainnya.
Namun, bagi orang sehat seperti Abah, beban mental terasa lebih berat. Apalagi tidak terbiasa dan pernah dihindari sejak kecil karena dulu pernah beranggapan bahwa berkebun itu melelahkan dan tidak akan kaya. Hehe
Setelah mengalami banyak sekali kegagalan hidup, Abah memberanikan diri untuk mulai berkebun akhir 2016 kemarin.
Ternyata sekarang ada titik terang. Semoga ini sinyal sukses dalam hidup Abah.
Faktanya, berkebun itu tetap ada yang beresiko tinggi. Namun, di saat menghadapi program kebun beresiko tinggi, Abah sudah bisa memakan dan bahkan berbagi hasil panen dengan saudara dan tetangga walaupun hanya berupa seikat kangkung, semangkuk leunca, dan beberapa buah labu siam.
Sedangkan yang dimakan sendiri, selain ketiga sayuran di atas, ada juga bayam, daun labu siam, daun singkong, tomat, cabai dan sosin.
Bayam dan sosin memang hampir bisa dikatakan gagal, tapi tetap Abah pernah menggorengnya.
Itu baru hasil panen dari pekarangan rumah dari tanaman sayuran sampingan. Padahal fokus utamanya adalah berkebun lada.
Menurut Abah, lada itu termasuk beresiko tinggi. Jika sukses, maka akan panen besar sekali dalam setahun. Jika gagal, maka akan rugi selama setahun (seperti buahnya sedikit, harga turun atau pohonnya mati).
Dengan demikian, di samping berkebun lada, Abah akan tetap berkebun tanaman yang bisa dimakan sendiri, keluarga atau tetangga. Hehe
Mari berkebun untuk menghemat pengeluaran belanja keluarga dan mengikis mental konsumtif!
"Boleh Konsultasi Masuk Jurusan Sistem Informasi via IG atau Tiktok."
|
Tips Skripsi Program Studi Sistem Informasi |
|
No comments:
Post a Comment